"Tidak ada alasan!, mulai hari ini handphone kamu mama pegang. Mama kasih kamu handphone itu bukan untuk sibuk bbm an, facebook an, atau narsis di instagram lalu lupa belajar hingga nilai ujiannya turun gitu."
"Tapi ma,"
"Gak ada tapi, mama akan mengembalikan handphone kamu kalau kamu sudah bisa memanfaatkan gadget dengan benar dan nilai pelajaran kamu meningkat lagi." Nixa tak bisa membantah.
***
Nixa bosan. Dia rindu gadget nya, dia rindu akun akun media sosialnya, dia rindu teman teman dunia mayanya. Tapi Nixa mengenal betul sifat mamanya, jika berkata A, ya A, tidak mungkin bisa diubah menjadi B atau C.Â
Di tengah kebosanannya, Nixa mengambil buku gambar, lalu mulai corat coret di atasnya. Dia membuat garis, lalu lengkungan, lingkaran, dan ide mulai bermunculan. Garis yang ia buat, selanjutnya menjadi susunan tembok batu bata. Lalu ada kayu lengkap dengan daun dan bunganya. Tangannya lincah menggores, lalu mewarna. Sesekali tangannya terhenti, lalu mengernyitkan dahi. Sepertinya dia sedang berpikir, apalagi yang hendak ia tambahkan dalam lukisannya. Dia terlihat sangat serius hingga tak menyadari kalau sedari tadi ada sepasang mata yang sedang mengawasinya sambil tersenyum bahagia, mamanya.
"Ma, aku diikutkan lomba melukis oleh Bu Eva, mewakili SMPN 3 loh," teriak Nixa sepulang sekolah sambil memeluk mamanya dari belakang. Dia terlihat sangat senang.
"Lomba lukis?, memangnya kamu bisa melukis?" goda mamanya.
"Bisa dong, buktinya aku mewakili sekolahku, Bu Eva akan melatihku mulai hari Senin sampai waktu perlombaan tiba." Mama Nixa tersenyum bahagia.
Akhirnya, Nixa berhasil menjadi juara 2 lomba lukis tingkat SMP se kotamadya. Nilai ujiannya juga meningkat kembali. Semua gara gara puasa gadget, karena tanpa gadget dia jadi punya banyak waktu untuk mengasah bakat melukisnya, juga banyak waktu untuk belajar. Nixa tak lagi marah dan jengkel ke mamanya, dia tau kalau mamanya mengambil handphone miliknya demi kebaikannya juga.Â