Dulu Bandungku terkenal karena perjuangannya, mengusir penjajah dalam perang yang begitu dahsyat. Tidak rela tempat mereka diduduki penjajah, kurang lebih 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka pada 23 Maret 1946. Hanya mencegah pasukan Nica dan Sekutu menjadikan Bandung sebagai markas komando strategis mereka. Mereka ikhas demi mempertahankan kemerdekaan.Â
Tapi jauh setelah tahun-tahun perjuangan itu, Bandung kini menjadi lautan air. 21 Februari 2017 lalu Bandung terutama daerah bojong soang, dayeuh kolot, dan daerah-daerah di sekitar aliran sungai Citarum terendam air hingga 2 meter. Apakah masyarakat ikhlas juga? Karena peristiwa banjir di daerah-daerah tersebut terjadi setiap tahun. Seperti langganan koran saja. Tidak lagi aneh. Bahkan masyarakat yang berulang kali terendam hanya bisa pasrah.
Lantas apa yang harus kita lakukan? Bukankah kita ini manusia harus punya akal untuk mengatasinya? Apakah karena daerah serapan di Bandung berkurang? Apakah karena banyak masyarakat yang menduduki pinggiran sungai sehingga sungai lebarnya berkurang?
Ayolah Bandung, cari tahu, pasti ada jalan. Jangan pasrah seolah langganan banjir itu berkah.
Pak Pemimpin Bandung, lahirkanlah gagasan baru, tegakan aturan, hilangkan banjir. Jangan kalah sama air. Karena Bandung lautan air berbeda dengan lautan api jaman dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H