Mohon tunggu...
Angga R Direza
Angga R Direza Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni Geografi UPI

Belajar bermain

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dunia Bawah Tanah Cikarang

26 Oktober 2019   12:57 Diperbarui: 26 Oktober 2019   13:10 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panji Yudistira merangkak di Gua Ciguha | Dok. pribadi

Sukabumi memiliki pesona alam yang mengagumkan. Pesona-pesona itu dapat kita jumpai di ketinggian Gn. Gede-Pangrango yang menjulang setinggi 3000 meter diatas permukaan laut, tampak dalam kesederhanaan kampung adat Ciptagelar, hingga dapat kita temukan pada dataran rendah dengan pantai-pantainya yang indah: pelabuhanratu dengan mitos ratu pantai selatannya, pantai ujung genteng yang masih asri serta pangumbahan yang terkenal dengan penangkaran penyu hijaunya, serta Ciletuh yang popular karena kekayaan sumber daya geologi yang dimilikinya. Akan tetapi ada sisi-sisi lain yang membuat pesona-pesona alam di Sukabumi 'tersembunyi' tak kasat mata.

Adalah Cikarang, sebuah desa di pelosok Sukabumi selatan, Kecamatan Cidolog tepatnya. Seperti desa berlabel pelosok pada umumnya, Cikarang biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa. Jalan penghubung antar desanya jelek, jalan kampungnya lebih parah lagi. Sarana dan prasarana sosial pun belum memadai. Di tengah keterpelosokannya, ada magnet yang membuat saya dan beberapa kawan berkunjung kesana: kars dengan gua-guanya yang menakjubkan.

Secara geologis, Desa Cikarang tersusun dari batu kapur/gamping, bentang lahan yang demikian dikenal dengan istilah kars. Kars disana diklasifikasikan kedalam Formasi Bentang, penamaannya diambil dari nama Gunung Bentang yang menjulang 700 meter di sebelah utara desa tersebut. Karena kelestarian alamnya yang masih terjaga dengan baik, fenomena eksokars(permukaan)nya tidak begitu menonjol, ciri-ciri kawasan kars yang gersang dan kering sama sekali tak terlihat. Hal tersebut sangatlah baik, karena akan sangat mendukung pada proses pembentukan endokars(bawah permukaan)nya, Gua-gua akan terbentuk dengan sempurna.

Meski sudah beberapa kali berkunjung ke sana, kami hanya berpengalaman menelusuri Ciguha, salah satu gua disana. Berdasarkan informasi, selain Ciguha, terdapat belasan---bahkan lebih--- lubang gua yang tersebar di sudut-sudut wilayahnya. Rencana kunjungan kali ini adalah mendokumentasikan sebaran mulut gua tersebut. Kami memulainya dari Ciwajar, salah satu kampung di Desa Cikarang.

Lubang yang saling berdekatan

Langit biru sempurna, padi-padi menguning yang siap untuk dipanen menyambut sinar matahari pagi itu, membentuk corak-corak kesederhanaan. embun-embun tipis diatasnya memberikan energi pada kehidupan. Pagi itu, kami bersiap di rumah Mang Nani, penduduk setempat yang sudah kami kenal melalui kunjungan-kunjungan sebelumnya. Heri, anaknya, bertugas menjadi pemandu saya bersama 7 orang kawan lainnya dari jantera UPI.

Lubang pertama yang kami temui tak jauh dari rumah Mang Nani, diantara kebun kapol, sekitar 500 meter di sebelah selatan. Guha Ciwajar namanya, mulut guanya sempit dengan lebar 1 meter dan tinggi atap 60 sentimeter, lebih dari setengahnya terendam aliran sungai bawah tanah, praktis hanya menyisakan ruang udara setinggi 20 sentimeter. Aliran sungai mencirikan gua ini aktif, itu berarti proses pembentukannya masih berlangsung. Jika ingin masuk, sepanjang 5 meter kedepan kami harus merangkak sambil memiringkan kepala agar bebas untuk bernafas.

Didorong rasa penasaran yang tinggi dan keinginan melihat ruangan gua yang penuh dengan dekorasi---karena gua aktif biasanya menyajikan ornament yang beragam--- lima orang termasuk saya memasukinya dengan hati-hati. Sebagian lain menunggu di luar untuk berjaga-jaga, terutama untuk memperingatkan kami yang berada di dalam bilamana terjadi hujan. Jika hujan, aliran sungai di dalam gua akan meluap, dan nasib buruk akan menimpa kami yang berada di dalam.

Salah satu bagian lorong Gua Lor Akon
Salah satu bagian lorong Gua Lor Akon

Benar saja, setelah melewati lubang sempit, kami dipertemukan dengan mahakarya luar biasa. Stalaktit, tiangan, gourdam, kanopi, dan beragam bentuk lainnya menyambut kedatangan kami. Tetesan air dan mineral yang melekat pada permukaannya mampu memantulkan  cahaya headlamp sehingga ornamen  tersebut tampak indah berkilauan. Dingin menusuk tulang, karena medan pertama membuat tubuh kami basah total. Di depan, kami menemukan medan yang jauh lebih sempit, namun masih mungkin dilewati. Tapi kami harus menahan diri, sebab ini baru gua pertama, masih banyak lubang lainnya yang harus kami kunjungi.

Lagi, tak jauh dari lubang pertama kami dibawa Heri menuju Legok Gombong, lubang guanya vertikal namun tertutup longsoran. Tak mungkin bisa dimasuki. Maka, perjalanan pun dilanjutkan ke lubang selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun