Hehehhee,,, JRL tahun ini sudah berlalu, sambungan yang tahun kemaren malah baru nongol.. Biarin ajalah... Pukul 22.00 WIB, masih satu jam lagi, batin saya. Tiba-tiba ada suara dari belakang saya yang meneriakkan untuk duduk. Dan entah atas koordinasi dari mana, dari barisan depan, ke belakang langsung membentuk formasi duduk. Saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dalam hati saya, duh, meski tidak ada air, yang penting bisa istirahat sebentarlah. Lumayan. 30 menit kemudian, seperti terkoordinasi lagi, saya dan seua penonton yang tadi duduk mulai bangkit berdiri, berbarengan dengan crew dari Mr. Big yang sedang sound check. Alhasil, kegiatan ini menimbulkan gejolak di kerumunan massa ini. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saya sudah terlibat dengan yang namanya desak-desakan. Saya jadi kasihan dengan grup band yang sedang manggung di panggung lain, tidak bisa menarik minat kami yang memutuskan untuk tetap stay. Karena sekali lagi kami hanya tertarik dengan Mr. Big. So sorry…. Tepat pukul 23.00 WIB, keadaan semakin tidak terkendali. Hampir semua pengunjung meneriakkan Mr. Big, Mr. Big, berulang-ulang bersahut-sahutan. Serasa tidak sabar ingin cepat melihat penampilan dari band kawakan dunia ini. Tapi keadaan panggung tetap hening, lampu juga masih tetap mati. Dan tiba-tiba, ada seorang panitia, diikuti dengan musisi – musisi yang sudah tampil sebelumnya seperti /rif, Seconhand Serenade, dll, masuk ke panggung. Panitia itu meminta waktu sebentar kepada kami yang masih saja meneriakkan Mr. Big, Mr. Big, untuk diam sebentar dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dipimpin oleh dia, kami seluruh pengunjung JRL, dengan khidmat langsung berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia tersebut. Begitu coda berakhir, dan panitia meneriakkan, ‘now, we present… Mr. Big!!!…. Wow, dan gemuruh sorak sorai tidak dapat terelakkan. Mungkin kalau konser ini di indoor, atap gedung sudah runtuh kali ya. Karena tidak satupun dari kami yang diam, semua berteriak. Termasuk saya. Padahal saya menyadari kalau saya harus menghemat nafas, karena saya yakin pasti akan kekurangan oksigen. Tapi, kalau tidak sekarang, maka kapan lagi? Batin saya. Sesaat, saya memang sempat menikmati euphoria ini. Apalagi ketika masing-masing personel Mr. Big mulai masuk ke panggung, Paul Gilbert, gitaristnya, Pat Torpey, drummernya, dan Billy Sheehan, bassistnya mulai memainkan peranannya, benar-benar membuat mata saya tidak berhenti berkedip. Apalagi ketika Eric Martin masuk dan mulai menyanyikan Daddy Brother, hysteria penonton tidak ada habisnya. [caption id="attachment_292318" align="alignleft" width="300" caption="Mr Big dalam formasi lengkap"][/caption] Saya semakin terdesak-desak, karena beberapa orang penonton berusah untuk terus maju ke depan, tanpa peduli bahwa sudah tidak ada tempat lagi untuk mereka. Saya yang berbadan kecil serasa menjadi semut diantara gajah. Kalau sudah begini, saya jadi menyesal, kenapa dulu kabur ketika akan les berenang. Kalau tidak kan, mungkin tinggi saya akan sama dengan orang-orang ini. Hhmmhh. Senggol sana, senggol sini, saya berusaha untuk tetap bertahan, tidak bergeming, tidak mau digusur ke belakang. Dalam keterdesakan itu, saya masih berusaha menikmati musik sambil ikut bernyanyi, tepuk tangan, bahkan loncat-loncat. Seperti tidak ingin kehilangan euphoria ini, Mr. Big kembali menggebrak dengan Take Cover nya. Kami semakin bersemangat untuk ikut bernyanyi, sementara Popoy sibuk mengambil foto-foto para personelnya, saya juga sibuk menghalau badan-badan yang mendorong-dorong saya. Saya juga sibuk mengamati orang-orang yang ada di dekat saya. Hanya ingin tau saja, apa siy motivasi mereka datang ke sini. Emang sebagai penggemar fanatik, sekedar ikut-ikutan atau ada motivasi lain. Iseng banget saya ya? Abis, saya juga kesel, karena orang di depan saya kok lama-lama tambah banyak. [caption id="attachment_292320" align="alignleft" width="200" caption="Billy-Bassist"][/caption] Mr. Big benar-benar all out tampilnya. Meski saya merasakan agak terganggu dengan sound system nya, menurut saya bass nya terlalu besar, jadi bagi kami yang tepat berada di depan panggung dengan speaker yang begitu banyak dan besar-besar, serasa jantungnya dag-dig-dug. Kejadian yang seharusnya tidak terjadi jika panitia mempersiapkan lebih baik lagi. Tapi, sudahlah, yang penting sekarang Mr. Big ada di depan kami, dan menyanyikan lagu yang tidak asing bagi kami. Green Tinted Sixties Mind sedang dimainkan oleh mereka. Kemudian disusul oleh Alive & Kickin. Sesekali Eric menyapa kami, dengan meneriakkan, “Who loves Mr. Big?” tanpa dikomando pun kami langsung menjawab, “we love you” disertai dengan teriakan super fantastic dari kami. Beberapa lagu terus dimainkan oleh Mr. Big, sesekali diselingi dengan penampilan skill bermusik Paul dan Billy. Tidak diragukan memang kepiawaian mereka dalam memetik gitar dan bass. Hampir seluruh dari kami sangat menikmati permainan musik mereka itu. Meski usia mereka yang sudah tidak muda lagi, tetapi semangatnya sungguh sangat layak untuk dicontoh. Apalagi bila kita tau bahwa kedatangan mereka ke Indonesia adalah bentuk janjinya terdahulu. Sekitar 12 tahun yang lalu. Wow, sangat konsisten juga ya.. Great!! Meski mereka juga tau kalau Jakarta baru saja diguncang terror bom, tapi itu tidak menyurutkan niat mereka memuaskan para fans nya di Indonesia, I’m really-really proud with u, Mr. Big…. [caption id="attachment_292321" align="alignright" width="300" caption="Billy dan Paul berbicara dalam bahasa musik"][/caption] Next Time Around, Hold Your Head, Wild World, Its for You, Price You Gotta Pay, Just Take My Heart, Addicted to Love dan masih ada beberapa lagi lagu yang dimainkan oleh Mr. Big malam ini. Meski permainan mereka sangat sempurna, ternyata suasana yang telah terbangun harus rusak karena ulah orang-orang yang memanfaatkan keadaan. Benar kan feeling saya tadi, ketika saya berusaha mengamati orang-orang di sekeliling saya, ada satu diantara mereka yang sangat mencurigakan gerak-geriknya. Laki-laki, mungkin sekitar 20 tahunan, tinggi tidak lebih dari 165cm. Kulit coklat gelap. Dia datang dari arah belakang saya. Trus kesamping saya. Disini saya udah punya perasaan yang tidak enak, kemudian reflek, saya langsung pegang tas saya yang memang saya taruh di depan. Saya terus amati pergerakan orang tersebut, aneh sekali. Tiba-tiba dia bisa mendekat ke orang lain, pura-pura memeluk dari belakang, kemudian bergeser lagi ke sebelahnya, bergeser terus. Dan anehnya, kepada semua orang yang dia dekati, dia seolah-olah berlagak seperti teman dekatnya. Mungkin supaya orang tidak curiga kali ya. Saya amati terus, sampai akhirnya dia bergeser ke belakang saya, dan menghilang. Saya yakin sekali kalau orang tadi adalah sebangsa copet atau maling. Karena kalau memang dia ingin melihat Mr. Big dari depan, kenapa juga akhirnya dia harus pindah ke belakang padahal sudah dapat posisi yang bagus?? Tetapi untung sajalah, tidak ada satu barangpun dari saya yang berhasil diambilnya. [caption id="attachment_292326" align="alignleft" width="300" caption="Paul - Guitarist"][/caption] Keadaan semakin memanas, saya merasa sudah tidak sanggup lagi. Keringat sudah mengucur deras, sudah mulai merasa sesak nafas, pandangan sayapun sudah mulai kabur. Tenggorokan kering. Ingin rasanya bisa secepatnya keluar dari kerumunan ini. Apalagi kaki saya ini seolah mati rasa. Tidak sanggup lagi menahan beban. Berharap ada tetesan air yang bisa meredakan sedikit rasa haus ini. Pengalaman saya waktu melihat soundrenalin, atau melihat konser White Lion, panitia sebentar-sebentar menyiramkan air ke arah penonton, supaya tidak terlalu panas suasananya. Tapi ini tidak ada sama sekali. Laki-laki dan perempuan sudah tidak ada bedanya. Tidak ada yang disebut kaum lemah. Semua ingin maunya sendiri. Sama-sama egoisnya. Dan, akhirnya panitia membagi-bagikan air mineral gratis kepada kami para penonton. Entah mereka melihat kami kehausan, atau mereka takut ada korban yang berjatuhan mengingat begitu padatnya penonton panggung utama ini. Air mineral ini dibagikan secara estafet, bukannya 1 orang dapat 1 botol. Saya yang melihat, langsung menelan ludah. Karena posisi saya yang bukan dipinggir pagar pembatas, agak susah bagi petugas untuk menjangkau saya. Jadi ketika botol sudah sampai di dekat saya, air yang ada di dalamnya sudah habis. Sedih rasanya. Apa yang harus saya lakukan ini? Sekilas lagi, saya melihat ada laki-laki di sebelah saya yang mendapatkan botol air mineral itu, dengan setengah malu saya pun memintanya. Dan, Puji Tuhan, akhirnya terbasahi juga dahaga ini. Popoy yang ada di belakang sayapun juga berusaha untuk mencarikan air mineral lagi untuk saya. Bayangkan, air mineral 1 botol ukuran 600ml, harus diminum secara estafet, dari mulut ke mulut. Saya sebenarnya paling tidak bisa minum air mineral dengan merk lain, ditambah lagi harus minum dari mulut ke mulut dengan orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Tapi karena dalam keadaan darurat, kemudian daripada saya memaksakan diri dengan keegoisan saya, dan malah nantinya menimbulkan masalah, maka terpaksa saya harus bisa melakukan hal tersebut. Tentunya dengan berdoa semoga kejadian ini tidak membawa penyakit atau tidak menimbulkan masalah baru nantinya. Konser Mr. Big kali ini memang mungkin terlalu dinanti-nantikan, atau mungkin terlalu dipersiapkan oleh panitia, sehingga hal-hal kecil yang seharusnya gak ada, panitia lupa untuk mengantisipasinya. Seperti masalah air tadi, atau masalah layar background panggung utama. Ketika Paul sedang mengeksplore skill nya, tiba-tiba muncul tulisan, internet not connected. What’s the hell?? Gak penting banget kan?? Mr. Big gitu loh yang manggung… Dan parahnya, penanganannya pun terlalu lama. Sehingga tulisan itu nongol sekitar 10-15 menit. Ternodai deh konsernya.. Terasa aneh memang, Mr. Big yang seharusnya kami bisa menikmati dengan puas, malah di tengah-tengah konsernya kami harus berebut mencari-cari air yang dibagikan. Saya pribadi jujur, untuk saat ini merasa sangat aneh. Serasa bukan menonton konser Mr. Big yang harga tiketnya adalah Rp. 200.000. Tapi serasa menonton band kacangan yang gratisan, sehingga penonton membludag, dan harus ribut berebutan air. Duh… [caption id="attachment_292328" align="alignright" width="300" caption="Eric - Vocalist"][/caption] Yah, memang suatu pertunjukan tidak bisa selalu berjalan sempurna. Meski harus ada kesalahan-kesalahan kecil seperti yang ada sekarang ini, tetap saja kami tidak begitu terlalu mempedulikannya. Kami semua kaget ketika Mr. Big mengumumkan bahwa mereka harus menyudahi penampilannya. Merasa tidak rela idolanya akan turun panggung, kami serentak meneriakkan, we want more, we want more… Padahal lampu diatas panggung sudah gelap, dan nampak crew yang seolah-olah akan membereskan peralatan, kami tetap gigih berteriak, we want more, we want more… Karena kami merasa ada beberapa lagu favorit kami yang belum Mr. Big nyanyikan. Dan mungkin karena kegigihan kami, atau juga bagian dari scenario, akhirnya personel Mr. Big balik lagi dan meminta kami menyebutkan judul lagu yang ingin kami dengar. Serentak kami menjawab, To Be With You. Dan Eric pun menyambut, here is, to be with you.. tanpa dikomando kamipun akhirnya menyanyikan lagu permintaan kami ini. Bahkan Eric hanya sesekali mengeluarkan suara emasnya, selebihnya dia hanya melihat takjub kearah kami. [caption id="attachment_292332" align="alignleft" width="300" caption="Pat - Drummer"][/caption] Merasa bahwa idolanya sudah kembali ke panggung, kamipun semakin bersemangat untuk menikmati pertunjukan ini. Yah, mungkin karena merasa terpuaskan atau merasa bahwa kebersamaan ini tidak akan lama lagi, kami, terutama saya, semakin berusaha tidak bergeming untuk berkedip. Saya sudah tidak ingat lagi bagaimana rasa kaki saya yang serasa ‘mati’ ini. Mungkin karena tadi sudah diisi amunisi yang berupa air estafet, makanya saya masih ada sedikit ‘nyawa’ untuk bernyanyi. Terakhir, dan ini benar-benar terakhir, setelah Collorado Buldog selesai dimainkan, mimpi buruk itupun menjadi kenyataan. Perpisahan dengan Mr. Big, itu adalah nightmare kami. Kami harus benar-benar merelakan kepergian Mr. Big yang mungkin kamipun tidak akan pernah tau kapan kami bisa menyaksikan secara langsung, sebegitu dekatnya dengan mereka. Kami hanya bisa berharap, semoga kesempatan itu bisa datang lagi, suatu saat nanti, meski dalam hati kami berkata, “entah kapan”. Yah, perpisahan ini memang harus terjadi. Sekarang. Selesai konser Mr. Big, saya dan Popoy pun harus menunggu beberapa saat agar bisa keluar dari kerumunan massa ini. Karena banyak diantara kami yang masih enggan juga untuk beranjak dari lapangan Pantai Carnival ini. Mungkin apa yang mereka rasakan sama dengan apa yang saya dan Popoy rasakan. Kecapekan. Saya dan Popoy kemudian mampir ke stan souvenir. Tapi kali ini penuhnya luar biasa dibanding kemarin. Karena sudah janji sama Rini mau membawakan ‘sesuatu’ dari event ini, mau tidak mau saya dan Popoy pun ikut berjubel di stan ini. Dan ternyata, kebanyakan dari souvenir yang ditawarkan tidak ada barangnya, alias habis. Saya hanya kebagian 2 magnet kulkas dan 1 kaos untuk Popoy. Hmm,,, jadi nyesel kenapa kemarin gak hunting souvenir.. Saya dan Popoy menuju stan minuman. Rasa haus memang belum terpuaskan sejak tadi. Sambil melepas lelah, yang tentu saja masih saya rasakan, saya dan Popoy duduk di jalanan depan Segarra resto. Yah, beraspal, lumayan lah, tidak berdebu. Saya dan Popoy tidak banyak berbicara, mungkin Popoy masih sedih karena harus kehilangan ponselnya (tidak perlu diceritakan ya bagaimana ponsel Popoy bisa dibawa kabur oleh pencopet). Untuk membuang jenuh, saya kemudian melihat-lihat dan menganalisa muka-muka para penonton JRL ini. Iseng saja, sambil membayangkan kira-kira apa ya yang ada di benak mereka. [caption id="attachment_292334" align="alignright" width="300" caption="Meski malu, mau juga akhirnya foto dengan Desta"][/caption] Eh, malah tanpa sengaja saya melihat Desta berjalan ke arah saya. Spontan langsung saya panggil, ‘Hai Desta..’. dan untung saja (mungkin) Desta orang yang tidak sombong maka dia balas menyapa saya. Melihat saya yang berseri-seri karena ketemu dengan artis favoritnya, Popoy berinisiatif menyuruh saya untuk berfoto berdua dengan Desta. Tadinya daya menolak, kok rasanya malu aja, di depan banyak orang, foto dengan artis. Serasa orang udik saja. Tapi karena Popoy memaksa dan dengan pede nya dia juga yang menghampiri Desta, mau gak mau akhirnya saya berfoto juga. Jujur, saya akui ini pengalaman yang sangat menarik bagi saya. Dalam 1 kesempatan, saya bisa punya kenangan yang sangat manis, dan unforgettable pastinya.. Saatnya pulang. Apa yang terjadi? Ancol macet total. Bahkan saya dan Popoy harus rela naik turun dari motor, untuk memaksa lewat trotoar. Bisa dibayangkan bagaimana jika saya naek mobil ke Ancol? Jawabannya, untung tidak.. Dari keluar tempat parkir dan sejauh mata memandang, hanya nampak kemacetan yang luar biasa.. Akhirnya saya dan Popoy memutuskan untuk duduk-duduk dulu di tepi pantai, sambil menunggu jalan lancar, dan sambil makan nasi yang tadi kami bawa. Hehehe, lucu juga. Saking niatnya pengen ngirit, dibela-belain bawa makan dari rumah, ternyata memang bisa makan setelah konser. Padahal proses membawa masuknya saja tadi sudah setengah mati. Indah sekali kalau ingat hal ini. Sekitar pukul 4 pagi kurang lebih, kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Disamping kami juga melihat kalau jalanan sudah agak lumayan lancar, rasa sangat capek lah yang membuat kami juga rasanya ingin segera merebahkan diri. Sampai dirumah, saya bersiap-siap untuk tidur. Sebelum tidur saya berusaha untuk berpikir kira-kira hikmah apa yang bisa saya petik dari kejadian demi kejadian pada kemarin hingga hari ini. Saya berpikir, ternyata band sekaliber Mr. Big, yang memang sudah diakui dunia termasuk band yang sangat humble. Bayangkan saja, sejauh saya mengamati, mereka tidak terlalu ribet dengan panggung yang ‘hanya’ seperti itu. Dengan keadaan, situasi yang seperti tadi. Mereka kelihatan sangat nyaman, kelihatan sangat tulus dalam bernyanyi. Saya membandingkan dengan band atau artis lain yang mungkin agak ribet, terlalu merasa kalau mereka itu penting, padahal prestasi mereka tidak seberapa. Jauh sekali behaviour nya.. Hmm, dalam kantuk saya bertanya, bisa tidak ya saya meniru Mr. Big? Untuk selalu rendah hati meski sedang berada ‘diatas’? Semoga, jawab hati saya sambil bermimpi indah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H