Mohon tunggu...
rahmat bagus saputro
rahmat bagus saputro Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

merenung dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Bulan dan Aku, Manusia

14 April 2012   10:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah ya, Bulan itu kelihatan sendirian hanya bersinar dominan di atas sana tanpa mengajak teman-temannya yang lain, aku yakin Ia punya teman, kasihan pula jika aku jadi dia.

Tapi aku tahu dia tak merasa, Tak punya mata, kuping, indera yang seperti aku, manusia. Kasihan jika Ia punya mata dan telinga seperti manusia, mungkin dia akan melirik bintang serupa sepertinya dan akan berkencan di atas sana sampai aku tak melihatnya dari tempat ku duduk sekarang, di tepian jembatan, tepian kerut-kerutan kulit bumi.

Melihat sekitar dan melihat diriku sendiri terkadang memunculkan banyak pertanyaan yang tak terjawab oleh diriku sendiri. Hanya pertanyaan-pertanyaan yang tertumpuk-tumpuk dan akhirnya dilupakan, tapi terkadang njumbul ke permukaan sebagai ingatan yang jelas lagi.

Jika si Bulan di sana punya mata, dia juga tak mungkin menatapku, diriku terlalu kecil untuknya bukan? Banyak manusia yang hampir serupa denganku pula, dan sinarnya tidak akan dapat memberikan kulit putih bagiku, hanya remang-remang mungkin.

Kenapa Si Bulan betah dengan hal itu ya? Muter-muter tiap hari ke seluruh permukaan bumi, sepertinya Ia tak dibayar untuk itu. Apa mungkin alam yang mengaturnya? Ah ya, mungkin hukum alam yang mengaturnya, seperti apel yang jatuh ke tanah gara-gara hukum gravitasi. Bulan hanya terikat hukum itu mungkin. Berputar-putar jelas arahnya, menjadi korban atas hukum alam. Mungkinkah Ia merasa dirugikan?

Hm, aku ingat Ia tak merasa.

Kalau bulan seperti itu, dan sepertinya hukum alam ini mengikat bulan dan sepertinya benda-benda yang lain yang ada di alam ini, apakah aku juga terikat?

Kan? Aku bingung tidak ada jawaban lagi.

Tak ada orang di sampingku sekarang yang bisa aku ajak berbicara, hanya aku yang lain yang aku ajak berpikir dari tadi. Walaupun aku yang lain itu tidak memberi jawaban. Menerka-nerka akhirnya.

Mungkin aku juga seperti bulan itu.

"Hei Bulan jawab Bung!" Oh iya aku lupa lagi, Ia tak merasa.


Aku bisa saja tak punya kehendak bebas atas aku sendiri yang memang sepertinya sangat terikat oleh hukum alam. Hanya lebih rumit saja mungkin kehidupanku di dunia, hingga aku tak sampai nalar untuk memikirkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun