Secara alamiah, gas rumah kaca dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari. Nasi dan sayuran yang kita konsumsi dari pertanian menggunakan pestisida. Daging yang kita konsumsi juga berasal dari peternakan di mana kotoran hewannya menghasilkan gas metana. Limbah makanan dari sisa makanan yang membusuk juga menghasilkan gas metana.
Efek rumah kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi, supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar. Namun saat ini, bisa kita rasakan, cuaca siang hari semakin memanas, malam dinginnya menusuk tulang, sementara pergantian musim hujan ke kemarau dan sebaliknya tidak bisa diprediksi seperti dulu. Itu adalah sebagian Efek rumah kaca yang berlebihan yang menyebabkan pemanasan global, di mana suhu di bumi naik secara signifikan.
Sama seperti emisi gas rumah kaca, emisi karbon dari kendaraan maupun industri turut menjadi penyumbang perubahan iklim di dunia. Sejak tahun 1950-an emisi gas CO2 meningkat secara drastis yang disebabkan oleh semakin majunya industri serta mobilitas kendaraan yang berbanding lurus dengan konsumsi energi.
Pelepasan dan peningkatan konsentrasi emisi karbon atau pun gas rumah kaca di atmosfer tentunya berdampak pada banyak hal, terutama kesehatan manusia. Organisasi Kesehatan Dunia WHO mencatat, sembilan dari 10 orang di dunia saat ini menghirup udara yang tercemar dan menyebabkan angka kematian yang besar, yaitu 7 juta kematian prematur setiap tahun.
Sebagai informasi, polutan mikroskopis di udara dapat menyelinap melewati pertahanan tubuh, menembus jauh ke dalam sistem pernapasan dan peredaran darah, lalu merusak paru-paru, jantung, dan otak. Bahaya lainnya adalah efeknya pada kesehatan mental dan penyakit yang berhubungan dengan otak seperti Alzheimer, Parkinson, dan skizofrenia.
Paparan polusi udara tingkat tinggi juga dikaitkan dengan keguguran semasa kehamilan serta kelahiran prematur, gangguan spektrum autisme dan asma pada anak-anak. Ketika anak dilahirkan, polusi udara dapat merusak perkembangan otak dan pneumonia yang membunuh anak balita setiap tahunnya. Anak-anak juga berisiko besar terkena infeksi pernapasan dan kerusakan paru-paru.
Konsep “net zero” Netralitas Karbon- Gerakan Net-Zero Emissions- menjadi harapan terciptanya “emisi negatif” di mana jumlah emisi CO2 yang terbuang, sama dengan jumlah emisi CO2 yang diserap. Kondisi “net zero” juga bisa dicapai dengan tidak menghasilkan emisi GRK sama sekali.
Zero Emissions Day atau Hari Emisi Nol Sedunia sendiri menjadi awal mula kampanye untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan terbatasnya sumber daya dimuka bumi ini. Adalah Sealevel sebuah perusahaan desain grafis yang berada di Halifax Canada yang mencetuskan tanggal 21 September sebagai hari moratorium global konsumsi bahan bakar fosil melalui website resmi mereka. Tujuannya untuk memberikan ‘hari beristirahat’ planet bumi.
Hari tersebut dipilih karena saat itu matahari sedang melewati khatulistiwa dimana siang dan malamnya sama panjang. Selain itu juga ingin membuktikan bahwa kehidupan yang tidak terlalu bergantung terhadap penggunaan bahan bakar fosil bisa di wujudkan secara riil.