Mohon tunggu...
Eraslin
Eraslin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia "Anti" Prestasi

14 Februari 2016   23:04 Diperbarui: 7 Juni 2016   15:10 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar di dunia dalam kategori jumlah penduduk dengan segala kompleksitas permasalahan dan dinamika sosialnya. Permasalahan yang terjadi di indonesia bukan hanya mengenai kemiskinan, kesehatan, politik dan pemerataan distribusi infrastruktur tetapi juga masalah penempatan sumber daya manusia yang tidak mendapakan ruang di Negeri ini.

Yang selalu menjadi perhatian pemerintah saat ini adalah mengenai kemiskinan, kesehatan dan peningkatan dan sumber daya manusia. Kemiskinan yang melanda penduduk di indonesia tidak terlepas dari peran pendidikan yang belum diperoleh masyarakat secara merata. Pendidikan ini menjadi pintu penentu untuk mendapatkan sumber daya dalam memasuki masa depan yang lebih cerah, dan masa depan yang lebih cerah hanya dapat diraih apabila memiliki sumber daya yang berkualitas dan di tunjang kondisi kesehatan yang baik. 

Sumber daya manusia menjadi vital dalam kemajuan bangsa ini, kemajuan dan kemunduran bangsa ini dimata dunia ditentukan oleh sumber daya manusianya. Saat ini berbagai kompetensi yang tersebar di berbagai pelosok negeri ini saling beradu kualitas untuk memunculkan kreativitas, inovasi dan produknya dalam memajukan bangsa ini. 

Baru-baru ini kita dihebohkan sekaligus terkagum dengan munculnya salah satu putra terbaik bangsa indonesia ( Dr. Warsito) dengan memunculkan penemuannya Electro Capacitive Cancer Theraphy (ECCT) dalam mengobati penyakit kanker yang menjadi momok mengerikan bagi manusia. Kehadiran alat ini menjadi angin segar bagi masyarakat yang mengidap penyakit kanker yang menjadi pembunuh nomor satu di indonesia. 

Namun disayangkan penemu (ECCT) untuk terapi kanker yang merupakan turunan dari Electrical Capacitancy Volume Tomography (ECVT) yang digunakan Amerika sebagai model sistem pemindaian untuk pengembangan ' Next Generation Power Plant' ini pergi ke Polandia setelah status teknologinya terombang ambing, bahkan menerima surat untuk menghentikan seluruh kegiatan pengembangan risetnya. 

Di Polandia Dr. Warsito mendapat apresiasi dan disambut antusias dalam membuka Pelatihan Internasional ECCT yang ia gelar di Warsa, Polandia.Pelatihan yang ia gelar dihadiri banyak pihak yang telah lama tertarik dengan penemuannya. Bahkan sekarang telah banyak negara-negara yang menunggu hasil temuan dari putra indonesia itu yaitu,Kanada, AS, Australia, Singapura, Malaysia, Srilangka, Rusia, Dubai, Arab Saudi dan India, namun hal ini berbanding terbalik dengan indonesia yang malah mengabaikannya. 

Yang menjadi keprihatinan kita adalah bangsa ini tega mengabaikan atau yang lebih ekstrim membuang salah satu putra terbaik bangsa indonesia dan di adopsi oleh negara lain untuk diberdayakan demi kemajuan negara mereka dimata dunia. Apakah sekerdil itu keprihatinan negeri kita terhadap masyarakatnya yang mempunyai kemampuan yang langka? Ataukah harus terulang kembali kasus BJ Habibie yang di abaikan oleh negaranya dan memilih berkarir di Negara lain yang lebih jauh menghargai kemampuannya, barulah bangsa ini melek akan kualitas putranya sendiri. 

Hal ini membuktikan kalau negeri kita telah kehilangan "Trust" kepada anak-anak bangsa dalam memelihara dan menjaga Asset ( human resource) yang berkualitas untuk di kembangkan dan diberi ruang untuk pengabdian. Ini sama halnya dalam dunia pendidikan kita yang peserta didiknya yang selalu di suguhkan dengan hasil-hasil karya atau ciptaan orang asing untuk di adopsi, apabila tidak memiliki referensi yang berbau asing maka di anggap " cacat" karyanya. Hal ini mengindikasikan ketidak mandirian bangsa ini dalam memberikan peluang kepada putra putrinya untuk mengembangkan potensinya sendiri.

Ketidak sempurnaan suatu riset menjadi sesuatu yang biasa dalam sebuah ilmu pengetahuan sehingga menjadi rujukan dalam riset-riset selanjutnya. Alasan klasik ketidak " sempurnaan" menurut pemerintah dari hasil riset yang ditemukan oleh Dr. Warsito selayaknya mendapat dukungan dari semua pihak untuk pengembangan lebih lanjut, bukanya menghentikan! mengingat manfaat dari temuan ini sangat berguna bagi kehidupan manusia dan menjadi temuan pertama di dunia dalam penyembuhan penyakit kanker sehinga dapat mengangkat nama baik dan martabat bangsa indonesia. Semoga pemerintah dapat cepat menyadarinya sebelum semua terlambat..

Wassalam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun