MELIRIK “SI BUTA”
Prolog Si Buta
Si Buta dari Gua Hantu dalam dunia komik nusantara menduduki kedudukan yang istimewa. Si Buta adalah fenomena, bahkan legenda dalam jagad komik silat di nusantara. Komik ini bahkan diangkat ke dunia layar lebar pada dasawarsa 1970 yang mencuatkan mendiang aktor Ratno Timur. Kepopuleran Si Buta tampak dalam generasi sesudahnya. Komik silat yang muncul setelah era Si Buta seakan mengekor kepada konsep penceritaan, penggambaran, dan aspek intrinsik yang terdapat dalam komik Si Buta. Salah satunya Jaka Sembung (Djair Warni). Dalam serial itu, Djair mencipkatan tokoh Karta alias Si Gila dari Muara Bondet. Profil Karta sangat dekat dengan profil Si Buta: tampan, gagah, berambut gondrong, hanya saja dia tidak buta. Penyebutan seorang tokoh dengan “Si...” erat sekali dengan penyebutan “Si...” dalam Komik Si Buta.
Perjalanan Si Buta
Cinta yang terluka dan balas dendam sebagai api yang menyalakan semangat untuk mengarungi hidup penuh petualangan bisa kita temui dalam serial komik silat Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes Th.
Kisah Si Buta dari Gua Hantu diawali oleh dendam yang tak terbalas. Barda Mandrawata, seorang pemuda tani di sebuah desa pelosok Banten, tengah menanti hari pernikahannya dengan Marni Dewianti saat seorang buta yang sakti tapi telengas, Si Mata Malaekat, mampir di desanya dan berbuat onar. Ia membunuh Ganda Lelajang, ayahanda Marni, karena soal sepele. Barda dan kawan-kawannya dari Perguruan Elang Putih mencoba menuntut balas. Paksi Sakti Indrawata, ayahanda Barda sekaligus ketua perguruan, menantang duel Si Mata Malaekat. Namun, ia tewas.
Barda yang merasa kalah jago dari si pembunuh pergi meninggalkan desanya dan menyepi di sebuah gua untuk memperdalam ilmu silat. Ia ingin membalas dendam. Berkaca pada musuhnya, ia berupaya mempelajari ilmu membedakan suara yang tak tergantung pada mata.
Pada suatu hari, pemuda yang dibakar dendam itu mengangkat goloknya menyilang sejajar dengan mata. Digerakkannya golok itu menggores sepasang matanya. Sejak itu Barda menjadi buta. Tapi, menjadi buta ternyata membuatnya lebih tangguh. Kepekaan nalurinya justru menjadi jauh lebih tajam karena terbebas dari indera penglihatan. Kesaktian ini membuat Barda bertekad menuntaskan dendamnya pada Si Mata Malaekat.
Singkat cerita, Si Mata Malaekat tewas di tangan Barda. Dendam terbalas sudah. Tapi, cerita justru baru dimulai. Tambatan cintanya, Marni yang jelita, telah menjadi isteri orang, meninggalkan luka di hati Barda. Barda alias Si Buta dari Gua Hantu yang kini tampil gagah dengan setelan baju kulit ular berikut tongkat yang didapatnya dari gua tempatnya menempa diri memutuskan hengkang meninggalkan kampung halamannya. Ia bertualang ke berbagai penjuru Nusantara demi menumpas kejahatan ditemani oleh Wanara, monyet cerdik yang setia.
“Isi Perut” Si Buta
Si Buta merupakan masterpice dari Ganesh Th, seorang penulis komik yang memulai kariernya dari seorang ilustrator dan penulis komik remaja. Ia juga membuat sejumlah komik lepas, antara lain Tuan Tanah Kedawung (berlatar Betawi tempo doeloe, difilmkan oleh Tidar Film, 1972), Taufan (sebuah kritik sosial, berlatar zaman Jepang hingga awal masa kemerdekaan) dan Pendekar Slebor yang berlatar kehidupan pesantren di pesisir utara Pulau Jawa.
Dalam mencipta Si Buta, Ganesh lebih menekankan pada kekuatan gambar dan karakter tokoh dari pada penggunaan bahasa. Si Buta nyaris selalu ditampilkan bermimik dingin dengan garis bibir tipis yang berkesan keras. Kekuatan penggambaran karakter tokoh mampu menutupi kelemahannya dalam menggambar naturalis. Kelemahan ini terlihat dalam latar (setting) komik Si Buta yang kurang kuat. Ia pun mahir menyusun plot berliku. Seringkali ia menyembunyikan identitas tokoh antagonis hingga saat terakhir dan mencoba mengecoh pembaca dengan kesimpulan yang keliru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H