Mohon tunggu...
Erald David Sibatuara
Erald David Sibatuara Mohon Tunggu... Pelajar -

Pengais Hikmah dalam Setiap Kata; Pelajar SMA yang masih kekanak-kanakkan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cukup Sudah Selfie-nya, Bu!

2 Juli 2015   21:02 Diperbarui: 2 Juli 2015   21:21 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Satu, dua, tiga. Klik....". Sang polisi tersenyum puas. Hasil fotonya sempurna, ciamik, tak kalah dengan banyak fotografer lainnya. Si ibu-ibu "model" pun tersenyum dengan rasa bangga. Sudah dalam bayangan betapa foto ini nantinya akan dicetak dan dibingkai dengan figura khusus berwarna keemasan, yang nantinya digantung dalam ruang tamu. Klop, modelnya menarik, fotografer ciamik, sekaligus backgroundnya unik. Tapi, ada yang aneh dengan foto ini. Apa ya kira-kira?[caption caption="Source : Google Images"][/caption]

 

Sedikit prolog santai dalam mengawali tulisan ini ya, bro n sist. Foto diatas merupakan foto fenomenal yang sekarang banyak dikritik oleh para netizen. Tentu, netizen menganggap momen duka seperti diatas sangatlah tak elok dijadikan background selfie. Apa tak ada pantai indah di dekat sana, atau gunung, atau mall, atau apalah yang dapat dijadikan b[caption caption="Source: Google Images"][/caption]ackground? Well, saya tidak tahu.

Fenomena Selfie "Aneh" Masyarakat

Bukan kali ini kita dikejutkan - kalaupun terkejut- dengan foto-foto selfie fenomenal seperti ini. Pada April 2015 lalu, publik sesaat berduka akan kematian komedian ternama Olga Syahputra. Banyak pelayat yang datang ke makam artis kondang tersebut. Sebagian berdoa untuk keluarga, sebagian menangis kecewa, sebagian berselfie ria. Tak percaya, coba cari di Mbah Google.

Saya tidak tahu berapa banyak foto selfie serupa pernah terjadi di Indonesia. Yang saya herankan, moral para warga yang bisa-bisanya selfie di kondisi yang tak biasa tersebut. Memanglah selfie sekarang sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat kita. Itu wajar, mengingat zaman yang semakin canggih membuat kita dapat mencaplok setiap kejadian dalam sebuah foto, agar kita ingat akan berbagai event di kehidupan kita yang pernah kita alami. Tetapi, toh kita harus mempertimbangkan moral juga, bukan?

[caption caption="Source: Google Images"]

[/caption]

Sulit mengambil kesimpulan akan fenomena selfie diatas. Jika ini dijadikan tolak ukur moral masyarakat, tentu tidaklah relevan. Namun, jika kita tetap menganggap moral bangsa baik-baik saja, wah ya gak bisa gitu juga dong!

Kritik Masyarakat Sebagai Cambuk

Para pelaku tak tahu malu diatas harus segera disadarkan, oleh kita masyarakat yang setidaknya masih punya malu. Kenapa? Ya masak nurani kita bisa membiarkan mereka berbuat begitu. Bagaimana? Dengan cara kritik tegas yang kita berikan. Kritik para netizen sebelumnya (yang banyak kasarnya) sangat mungkin dibiarkan begitu saja oleh si pelaku. Toh, sedikit netizen yang kenal denganya. Namun, kritik atau komentar dari para tetangga terdekat, ataupun orang yang dikasihi, tentu akan membuat si pelaku berpikir lagi dengan tindakannya. Sehingga, para pelaku ini diharapkan tak mengulangi tindakannya ini.

So guys, think wisely before selfie, eh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun