Mohon tunggu...
EquaLaws Consultant
EquaLaws Consultant Mohon Tunggu... profesional -

The Counselor II Non partisan II Dalam keadilan, ada kebenaran... #Salam keadilan... ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Klien Wanita Menelepon Tengah Malam

3 Maret 2014   09:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:18 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu resiko profesi pengacara adalah tidak mempunyai waktu yang jelas terkait hubungan dengan klien. Mengapa demikian? Ya, meskipun klien mengetahui jam kantor untuk menghubungi sang pengacara, namun hal tersebut terkadang (bahkan seringkali) diabaikan oleh klien. Terlepas dari klien tersebut dari perusahaan ataupun perorangan. Namun demikian hal tersebut lebih sering terjadi pada klien dengan status perorangan, terutama klien wanita.

Terlebih bila menangani kasus yang berhubungan dengan perceraian. Mengapa penulis menyampaikan hal demikian? Hal ini dikarenakan bagi beberapa klien wanita, maka biasanya klien wanita tersebut menganggap pengacaranya juga sebagai sahabat curahan hati mereka. Jika pembaca bertanya, "Kok bisa ya seperti itu?" Jawabnya kurang lebih seperti ini, "Pengacara biasanya sudah mengetahui kronologis permasalahan klien sejak klien wanita menumpahkan curahan hatinya saat awal datang ke kantor pengacara." Semakin berjalannya perkara, maka semua hal yang berhubungan dengan kondisi klien wanita, suami klien dan anak-anak klien, akan semakin diceritakan oleh sang klien.

Hubungannya dengan judul tulisan ini adalah, judul tersebut merupakan hubungan kausalitas alias sebab akibat dengan curahan hati sang klien wanita tersebut. Mengapa? Karena semakin banyak curahan hati yang terkait dengan perkara diceritakan kepada sang pengacara, maka sang klien biasanya mulai tidak memperhatikan kapan waktu yang pas untuk menelepon pengacaranya. Hal ini manusiawi adanya. Mengingat perkara yang ditangani menyangkut "hati dan perasaan". Bukan perkara yang berdasar pada kebendaan belaka.

Sebagai pengacara, akankah kita menolak telepon tengah malam dari sang klien? Apakah jika pengacara menolak dihubungi tengah malam merupakan hal yang bijaksana? Terlebih sang klien membutuhkan pendapat dari sang pengacara? Tentunya hal ini tidak bisa dipukul rata dalam menyikapinya. Sang pengacara pun harus pandai melihat momennya. Dalam artian, jika sang klien sudah tidak tinggal satu rumah dengan sang suami, maka hal tersebut dapat saja dibenarkan.

Bagaimana dengan klien yang masih tinggal dengan sang suami? Alih-alih ingin membantu sang klien, sang suami dapat saja mengira bahwa sang istri mempunyai hubungan spesial dengan pengacaranya. Hal ini pun dapat saja berpotensi menimbulkan permasalahan baru. Dalam situasi ini pun sang pengacara juga harus bijaksana menyikapinya. Apakah benar dengan tidak menjawab telepon dari sang klien? Bagaimana jika saat itu terjadi penganiayaan oleh suaminya?

Peristiwa di atas bagaikan buah simalakama. Bilamana tidak dilakukan, akan membawa kerugian kepada salah satunya. Intinya adalah, sang pengacara tentu wajib adanya untuk pandai mengambil sikap dengan tepat dan benar terkait telepon tengah malam dari sang klien wanitanya tersebut. Apakah dijawab dan berbicara seperlunya, ataukah tidak dijawab sama sekali telepon tersebut. Bagaimana menurut anda? :D

Salam keadilan... ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun