politik kekinian adalah 'gonjang-ganjing' yang terjadi di Partai Golkar. Di satu sisi ini membuktikan Partai Beringin memang demikian dinamisnya. Di sisi lain, partai politik tertua sekaligus terbesar ini seperti mempertahankan tradisi sebagai partai yang paling sering bergejolak, terancam perpecahan, hingga bahkan pernah terbelah.Â
SALAH satu isu yang paling menarik kala mencermati dinamikaKendati demikian, dari berbagai ujian yang dihadapi, Golkar adalah partai yang juga paling mampu menunjukkan kematangannya.Apa yang terjadi di Partai Golkar belakangan ini tetap tidak terlepas dari kontestasi akbar politik di tahun 2024. Pokok permasalahan, sebagaimana yang kerap diberitakan media, berawal dari ketidakpuasan sebagian dari internal partai atas belum membaiknya posisi Airlangga Hartarto dalam perburuan memperebutkan suara rakyat menuju pemilihan presiden dua tahun mendatang.Â
Posisi Ketua Umum Partai Golkar itu dari berbagai hasil jajak pendapat secara umum disebut-sebut tidak memuaskan. Hal itulah yang kemudian menumbuhkan kekecewaan, sikap perlawanan, atau bahkan penentangan dari internal partai.
Kritik dan hujatan ada yang disampaikan secara terbuka atau terang-terangan, meski ada pula yang terkesan lempar batu sembunyi tangan. Kita bisa mengetahui penentangan yang dilakukan oleh Melchias Markung Mekeng, misalnya. Tetapi ada pula yang tidak berani memperlihatkan sikap penentangannya secara terbuka, dengan memilih bermain melalui isu-isu yang tidak hanya berniat menjatuhkan Airlangga Hartarto secara politik, namun sudah mengarah pada pembunuhan karakter. Intinya, segala cara dilakukan.
Menariknya, menyikapi berbagai isu yang menderanya, baik dari internal atau eksternal, Airlangga Hartarto sendiri mampu bersikap tenang. Walau dalam pelbagai kesempatan ia selalu mengisyaratkan jika apa yang menghantamnya adalah 'by design', akan tetapi Airlangga Hartarto mampu menunjukkan kedewasaannya.Â
Terpantul kesan kuat jika ia tidak memperlihatkan sikap permusuhan atau antipati terhadap para penyerangnya, baik dari dalam atau luar partai. Sebaliknya, Airlagga Hartarto justru terlihat 'easy going'. Kendati demikian, seperti disampaikan beberapa pengamat politik, bukan berarti Airlangga Hartarto tidak berniat melakukan serangan balik. Bukan berarti juga dia tidak bisa bersikap keras.
Coba simak pernyataannya baru-baru ini di Bandar Lampung. Airlangga Hartarto menyampaikan rencananya untuk merevitalisasi 'anak-anak' Partai Golkar, yang dalam hal ini adalah organisasi sayap dari Partai Beringin. Revitalisasi identik dengan merombak habis, mengganti kepengurusan. Namun revitalisasi bisa juga diartikan sebagai sekadar melakukan perbaikan, menambal yang bocor, atau menata ulang--reorganisasi.Â
Airlangga Hartarto memang bukan Surya Paloh yang bergaya orator, atau Megawati Soekarnoputri yang 'menghakimi'. Rencana revitalisasi itu dikemukakannya dalam intonasi yang datar seraya tersenyum. Namun, semua paham, ia serius. Soliditas, itu yang ditekankannya.
Airlangga Hartarto bertekad mempertahankan keutuhan partai. Jangan lagi Golkar terpecah, terbelah, akibat konflik di antara para pemangku kepentingan. Pengalaman pahit di masa lalu tidak boleh terulang. Perpecahan yang terjadi di era sebelumnya biarlah menjadi bagian dari sejarah.
Pernyataan lembut tetapi keras Airlangga Hartarto di Bandar Lampung itu memang tidak serta merta meredam sikap perlawanan yang dilakukan di internal partai. Meski begitu, pernyataan tersebut memicu para dewa di Partai Beringin untuk kembali tampil ke permukaan. Kembali bersuara. Menariknya lagi, suara para dewa itu senada. Satu tarikan napas. Para dewa menegaskan kembali dukungannya kepada Airlangga Hartarto. Juga tetap solid mendukung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden dari partai untuk Pilpres 2024.
Para dewa itu, yakni Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tandjung, dan Ketua Dewan Pakar Agung Laksono tetap solid di belakang Airlangga Hartarto.