Pada setiap tanggal 15 Safar (bulan kedua dalam penanggalan Jawa), sebuah tradisi turun temurun terus dilakukan, dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jatinom, Klaten. Tradisi ini dikenal sebagai tradisi Yaqowiyu. Namun bagi masyarakat sekitar lebih dikenal sebagai acara Saparan.
Tradisi yang sudah bertahan lebih dari lima ratus tahun itu pertama kali diperkenalkan oleh Ki Ageng Gribig. Beliau adalah ulama terkenal di daerah Klaten dan sekitarnya yang menyebarkan agama Islam di daerah itu.
Carita Yaqowiyu bermula dari kembalinya Ki Ageng Gribig dari menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah. Ki Ageng Gribig yang membawa buah tangan berupa kue apem hendak dibagikan kepada saudara, murid maupun tetangga. Tapi karena tidak cukup, Ki Ageng Gribig kemudian meminta kepada keluarganya untuk dibuatkan kue apem. Apem yang berasal dari kata affum dan artinya maaf itu kemudian disebut apem Yaqowiyu.
Ciri khas Yaqowiyu adalah penyebaran kue apem, penganan khas Jawa yang bundar terbuat dari tepung beras. Apem diberikan atau disebar kepada ribuan warga yang saling memperebutkannya.
Sejak tahun 1589 Masehi atau 1511 Saka, Ki Ageng Gribig selalu melakukan hal ini. Ia mengamanatkan kepada masyarakat Jatinom saat itu, agar di setiap Bulan Safar, memasak sesuatu untuk disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan. Amanat inilah yang mentradisi hingga kini di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, yang kemudian dikenal dengan "Yaqowiyu".
Nama "yaqowiyu" berasal dari penyingkatan bacaan doa bagian akhir dalam bahasa Arab sebelum apem dibagikan: yaa qowiyyu, yaa aziz, qowwina wal muslimiin, yaa qowiyyu warzuqna wal muslimiin, yang merupakan doa memohon kekuatan.
Ribuan apem disebarkan dari panggung permanen di selatan masjid yang berlokasi di kompleks pemakaman Ki Ageng Gribig. Masyarakat memercayai bahwa apem tersebut membawa kesejahteraan bagi mereka yang berhasil mendapatkannya.
Tradisi itu kini menjadi sebuah festival yang menjadi unggulan dari Klaten. Tak heran jika masyarakat dari daerah sekitar, Boyolali, Solo, Yogyakarta datang ke Jatinom, Klaten untuk mengikuti festival ini.
Acara festival tersebut dimulai pada malam hari, saat masyarakat Jatinom dari berbagai desa membawa kue apem ke Masjid Agung Jatinom. Masjid berdekatan dengan bangsa pemakaman Ke Ageng Gribig.
Dari ratusan bahkan jutaan kue apem yang sudah didoakan di masjid, kemudian disusun dalam bentuk Gunung.