JAKARTA - Menjelang Munas Partai Golkar 3-6 Desember mendatang, nama Airlangga Hartarto terus melambung. Ketua Umum Partai Golkar ini sudah didukung oleh 33 dari 34 DPD 1 untuk dipilih kembali. Bahkan mereka mengusulkan agar dilakukan lewat keputusan musyawarah mufakat kemudian aklamasi.
Dalam Rapimnas Golkar pekan lalu, para pimpinan DPD 1 sepakat kompetisi pemilihan tak dibutuhkan lagi karena bisa mengancam keutuhan partai Golkar. Apalagi jika terjadi kompetisi secara terbuka  yang mengarah ke money politik.
Dukungan DPD 1 kepada Airlangga juga didasari berbagai factor. Mulai dari kesuksesan mengawal Golkar lolos dari badai politik era sebelumnya, hingga menempatkan partai beringin menduduki kursi terbanyak kedua di DPR RI. Bahkan Airlangga mampu mengantar Bambang Soesatyo untuk menduduki kursi Ketua MPR RI. Jabatan ini tak pernah dikuasai Golkar sejak era reformasi.
Namun semua prestasi Airlangga itu sepertinya tak dilihat lagi oleh kubu yang tak sejalan dengannya, yang dipimpin oleh Bamsoet sendiri. Padahal sebelumnya sudah ada "kesepakatan", antara Airlangga dan Bamsoet. Jika Airlangga menugasi Bamsoet ke MPR maka Bamsoet mendukung Airlangga di Golkar.
Namun kubu Bamsoet sepertinya ingin mendapatkan kue jabatan yang lebih besar lagi. Bamsoet dan pendukungnya seperti memilih untuk mbalelo (berontak). Mereka tetap ingin maju dalam munas yang Artinya membuat kompetisi terbuka dan membuka peluang konflik internal Golkar.
Tak hanya itu, Bamsoet dan pendukungnya yang merasa kecewa, kini mengumbar pernyataan tentang Golkar yang akan pecah jika tak ada pemilihan ketua umum. Golkar akan berkonflik jika pemilihan dilakukan secara aklamasi. Narasi negatif ini kemudian berlanjut kemungkinan adanya Golkar tandingan.
Golkar TandinganÂ
Munculnya Golkar tandingan bukan sesuatu yang baru. Munas Golkar di Bali pada 2014 yang kemudian muncul tandingan Munas di Ancol tahun yang sama memang membuat Golkar terpecah. Kemungkinan seperti ini diungkapkan oleh kubu Bamsoet sehingga menjadi sebuah momok yang membuat ketakutan anggota dan kader Partai Golkar.
Namun Airlangga Hartarto dan pendukungnya tak perlu khawatir. Kedekatan Menko Perekonomian itu dengan pemerintah atau Presiden Joko Widodo membuat Golkar tandingan akan layu sebelum berkembang. Pasalnya lewat serangkaian pujian dan dukungan implisit, Jokowi memberikan angin untuk Airlangga Hartarto.
Hal ini membuat Airlangga akan mulus untuk mendaftarkan Partai Golkar yang dipimpinnya sebagai partai yang diakui oleh pemerintah lewat Kemenkum HAM.
Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, peran pemerintah sangat menentukan legalitas sebuah partai politik. Hal ini pernah dialami oleh Abu Rizal Bakrie yang sempat pecah karena munculnya Golkar yang dipimpin Agung Laksono. Airlangga memiliki akses ke pemerintah yang lebih kuat untuk membuatnya unggul jika kelak ada partai tandingan.Â