Kisruh Pelabuhan Marunda yang melibatkan PT KCN dan KTU dengan PT KBN (Persero) terus berlanjut. Padahal kasus ini sebenarnya sudah dimenangkan PT KBN hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun usaha untuk terus merongrong asset negara terus dilakukan oleh Wardono Asnim (Khe Kun Chai). Â
PT. KBN-Persero adalah perusahaan negara (BUMN) yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah Pusat sebesar 73,15 persen dan Pemprov DKI Jakarta sebesar 26,85 persen. Komposisi saham ini berdasarkan Keputusan Presiden No. 11 tahun 1992. KBN dipercayakan untuk memiliki dan mengelola wilayah usaha yaitu :
- tanah HPL No.1/Cilincing di Cilincing Jakarta Utara, seluas 961.187 M2.
- tanah HPL No.2/Cilincing di Cilincing Jakarta Utara, seluas 1.807.970 M2.
- tanah HPL No.3/Cilincing di Cilincing Jakarta Utara, seluas 144.15O MZ.
- wilayah usaha Pier l, Pier ll dan Pier lll sepanjang bibir pantai kurang lebih 1.700 M mulai dari Cakung sampai Sungai Kali Blencong,
Khusus untuk wilayah usaha Pier l, Pier ll dan Pier lll sepanjang bibir pantai kurang lebih 1.700 M mulai dari Cakung sampai Sungai Kali Blencong tersebut, pada tahun 2004, PT KBN mengadakan kerjasama dengan perusahaan swasta yaitu PT Karya Teknik Utama {PT KTU). Perusahaan itu dimiliki oleh Wardono Asnim  (Khe Kun Cai) dan Keluarga. Kerja sama ini untuk menyelenggarakan usaha kepelabuhanan dan membentuk perusahaan patungan yaitu PT Karya Citra Nusantara (PT KCN), dengan komposisi saham 15 persen KBN dan 85 % KTU.
Sejak awal kerjasama ini, mengandung masalah karena terdapat indikasi dan usaha sistematis penguasaan dan pengambilan aset negara oleh pihak swasta secara curang yang dilakukan oleh Wardono Asnim (Khe Kun Cai) dan Keluarga. Ini sudah terlihat  sejak penetapan komposisi saham secara tidak proporsional (PT KBN 15% : PT KTU 85%). Bahkan ada ketentuan di situ yang  menentukan kepemlikian saham PT KBN tidak boleh lebih dari 20%.
Pembangunan pelabuhan selanjutnya justru dilakukan oleh PT KTU (Wardono Asnim/ Khe Kun Cai). Padahal sejak awal perusahaan patungan PT KCN yang seharusnya membangun. Sementara pengawas dan penilai pembangunan hanya dilakukan oleh PT KTU. Padahal awalnya ditetapkan dan ditunjuk oleh PT KBN dan PT KTU. Â Selain itu PT KTU tidak pernah menyetorkan modal pada PT KCN yang dijanjikan sejumlah Rp. 1 74.638.900.000.
Atas masalah tersebut pada tahun 2014, Direksi baru yang ditunjuk oleh negara untuk mengurus PT KBN-Persero dibawah pimpinan H.M. Sattar Tabai meminta untuk dilakukan Legal Forensic Audit atas masalah di PT KBN dan Pemeriksaan Khusus oleh BPK Rl (Badan Pemeriksa Keuangan). Hasil dari  Legal Forensic Audit  menemukan banyaknya pelanggaran hukum dalam kerjasama tersebut. Kemudian mereka merekomendasikan kepada PT KBN untuk menata ulang kerjasama. Dalam Peraturan Menteri BUMN Rl Nomor PER-13/MBU/09/2014 tanggal 10 September 2014 tentang pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara maka terhadap aset-aset yang dinilai merugikan negara harus dilakukan RENEGOISASI
Atas rekomendasi BPK Rl dan menindaklanjuti Peraturan Menteri BUMN Rl tersebut Direksi PT KBN melakukan renegosiasi dalam kerjasama dengan PT KTU dan tercapai kesepakatan sbb:
- Komposisi saham berubah menjadi PT KBN 50% : PT KTU 50%;
- PT KBN dan PT KTU masing-masing menyetorkan tambahan modal  sejumlah Rp 294.117.700.000; dan
- Wilayah 50% Pier 2 dan 100% dari Pier 3 dikembalikan kepada PT KBN.
Sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut, perubahan komposisi saham dan penambahan modal PT KBN di PT KCN telah disetujui oleh pemegang saham PT KBN dalam RUPS PT Â KBN tahun 2014 dan tahun 2015, dan perubahan komposisi saham tersebut sudah disetujui dan ditetapkan dalam RUPS LB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) PT KCN sesuai Akta No. 13 tanggal 30 Maret 2015 Notaris Harina Wahab Jusuf S.H., dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI No. AHU-0934009.AH.01.02 tanggal 24 April 2015.
Selain itu, Wilayah 50% Pier 2 dan 100% dari Pier3 dikembalikan kepada PT KBN Persero dan dituangkan dalam Berita Acara Serah terima tanggal 30 Mei 2014, dan diketahui Notaris Marsudi, SH.
PT KBN telah menyetorkan tambahan modal di PT KCN sejumlah Rp 138.694.133.529. Sisa yang belum disetor sejumlah Rp 155.423.566.471. Sisa tersebut belum dibayar lunas atas perintah pemegang saham Gubemur DKI Jakarta karena ternyata PT KCN sudah membangun sarana pelabuhan padahal tidak memiliki ada ijin reklamasi, tidak memiliki ijin AMDAL dan telah melanggar Perda No.1 dan Tata Ruang Pemprov. DKl Jakarta, sehingga pada tahun 2016 wilayah pelabuhan tersebut disegel oleh Pemda DKI Jakarta (Gubernur Basuki Tjahaja Purnama/Ahok).
Hingga saat ini, PT KTU tidak membayar tambahan setoran modal sebagaimana kesepakatan dan hasil RUPS PT KCN, dengan alasan yang tidak jelas. Pada sisi lain, pada tahun 2016 PT KTU (Wardono Asnim/ Khe Kun Cai) mencari cara lain untuk menguasai asset negara tersebut secara tidak benar, yaitu dengan mengadakan perjanjian konsesi dengan KSOP V Â Marunda selama 70 tahun tanpa persetujuan dari PT. KBN (Persero) dan tanpa persetujuan Menteri BUMN dan Pemda DKI. Konsesi itu juga tanpa Keppres, dimana dalam keppres menyebutkan bahwa penambahan, pengurangan dan perubahan harus melalui Keppres. Dan salah satu syarat perjanjian konsesi adalah hak atas tanah dikuasai oleh BUP yang mana hal tersebut tidak dipenuhi oleh PT. KCN.