Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Kata yang indah adalah keluar dari mulut manismu............... Buku GEMPA, SINGGAH KE DESA RANGKAT, BUKU PERTAMA DI DESA RANGKAT.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Setiap Hari Selalu Berjalan Tak Henti Nuraniku Berkata Cium dan Menangis

10 Maret 2016   18:58 Diperbarui: 10 Maret 2016   19:11 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setiap Hari Selalu Berjalan Tak Henti Nuraniku Berkata Cium dan Menangis

Puisi : Edy Priyatna

Demi terjaga aku merunduk sedih karena tak mampu melakukan segala melanda malah berpikir menjanjikan lahan investasi sepanjang sangkala ujian masuk ke anak jenius lulus diterima dengan baik sejarah indonesia apa-apa hanya tangis tertumpah bersama doa berharap melihat mu lagi kembali bangkit bendera mu seluruh berkibar tinggi senantiasa mewangi

Nestapa ku tidak untuk negeriku walau sekarang ini masih terus di uji air air mata sudah banyak terkuras terketuk memandikan orang-orang fakir menggadai nyawanya di tempat sampah air mataku sudah mulai tumbuh meringkai untuk saudara ku negeri timur bagi busung lapar di tanah nya sendiri menderita karena hartanya dirampas capailah meratap untuknya

Semasa datuk datang menjemput demi menolak dengan alasan di sana tak ada mata pelajaran sejarah indonesia saya orang indonesia katanya tegas bagaimana aku akan menjadi Indonesia kalau tidak pernah belajar sekarang kami merasa telah berbeda kau bagaikan dewa membunyikan karena sudah terlalu lama menanti janji-janji tak kunjung datang di ujung

Murungku tak ada lagi tersisa tertinggal semua untuk meratapi negeri ku dewasa ini ingin rasanya menciumi telapak para pemimpin tetapi rasa itu tiba-tiba gaib karena telapaknya terlalu nian halus dan bersih sementara para tukang pembuang sampah telapaknya mengelupas kasar dan kotor setiap hari selalu berjalan tak henti nuraniku berkata cium dan menangis

(Pondok Petir, 09 Maret 2016)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun