[caption caption="cap"][/caption]Minggu keempat (terinspirasi film)
Menjadi Isyarat Kode Namun tak Berarti Makna Apapun Bersama Getirnya
Puisi : Edy Priyatna
Kesempatan siliran subuh membelai wajah setelah dibilas butiran cairan jernih tetesan embun pagi merosot perlahan menghujam daun-daun hati terarah pada pengetahuan langit nan buram karena fajar ragu mencurat bak gambaran kelemahan bisikan hatipun terpatah-patah mengerti akan
Terbongkar pada kata kosong di sampai kan tatkala pagi menyongsong adanya kekhilafan senantiasa ragu atas cinta dan dalam mencapai bisa oleh para pemerintah penguasa negeri orasi-orasi terus menggonggong walau pun ternyata isinya melompong sementara wajah kita mulai pucat
Tirta alat penglihat jatuh diatas tilam malam gelap sunyi ketika larut sepi pasi karena nasib semakin bolong atau kalaupun kau ada karena biasa mengabadikan kalbu kelam karena keberahian dunia membuat aku lupa ancala merdeka telah kita naiki rintangan perjalanan menuju nur cahaya
Kehampaan adalah wujud hirau hisab peduli perasaan hati di kikis hujan asa masa dada kita semua puncak kebahagian dan seluruh jiwa tenang kami menuju langgar desa untuk bersujud kepadanya sehingga nyaman keroncong tanpa disadari secara perlahan di nikmati pemilik perut-perut
Kata-kata gaun jahat walau tanpa gelombang frekuensi prahara dahsyat meskipun langit jatuh pada kepala genggaman pena-pena takdir digores menjadi isyarat kode namun tak berarti makna apapun bersama getirnya nasib terlekat di garis tangan membumbung tinggi rasa kemunafikan diri
(Pondok Petir, 25 Maret 2016)
Â
Sumber inspirasi :Â