Puisi : Edy Priyatna
Sebuah noktah hitam kau lihat. Jangan kau sadari perlahan menghampirimu. Selanjutnya berada dari kejauhan. Bersaing dengan perputaran bumi. Pada waktu tiba saatnya jelas nyata bagimu. Akibat titik kecil merupakan lingkaran. Hebat besar dapat menelan dirimu. Melangit terbang tinggi ke angkasa. Kambang mencoba merangkai awan. Paling indah mengisi kehampaan sunyi. Menggambar langit biru dengan jiwaku. Semangat mengusik keheningan senyap. Terlihat meninggalkan kota kelahiranku.
Sekelap mata singgah dikotamu atas ijinmu. Menggodaku hingga larut mendesak. Terlena lalu aku masuk keperaduan. Perlu kututup semua pintu jiwa. Berbaring sendiri di atas tilam putih. Tersentak kumendengar rintik hujan di luar. Semutpun datang menerpa lubuk hati. Ternyata bintangku sirna telah kembali. Meski samar kulihat sinarmu. Bilangan menembus mega putih di langit biru. Tergelincir secara tak pasti maju mundur tiada henti. Bersalin kecemasan hati menimbulkan pertanyaan. Apa pun hidup ini penanggalan selalu bisu.
(Pondok Petir, 27 Nopember 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H