Puisi : Edy Priyatna
Selepas malam larut bergerak. Walaupun tanpa bintang hening kuberjalan. Menarik langkah lagi tanpa berpaling jiwaku. Ringgis kini kutahu makna itu. Berharga keheningan dikerinduan rasa. Semasa sang surya mulai redup. Menyinarkan teriknya lidahku terasa. Kelu tatkala desir angin menyapa. Demi keluar dari persembunyian. Kucapai tanganmu dengan perlahan elok.
Balik mundur berjalan menyusuri lembah. Serta aku bisikan cakap roh hatiku. Pedulikah kamu disaat kita saling berbagi. Dengan berbagai macam delusi. Marak tertinggal padaku setelah kulepas. Seluruhnya hasrat setelah kau pergi. Bebas mandiri aku tak tahu apapun. Ibarat ada dimatamu suatu upaya aku jauh. Melalaikanku untuk kebebasanmu barangkali. Sedemikian itu rasa kasih lestari.
Kemudian lewat senja bermega kelam. Tak ada guntur tak ada halilintar. Meski tanpa gemuruh hening tak ada angin. Terlindung tinggal saudara sahabat. Mengapa kamu tak dapat kulupakan. Targetkan suara kalbu disambut gerimis. Rinai merintik halilitar menggetarkan. Sambar hatimu setelah letih itu. Gelabah terhentak kuterjaga tanpa sadar. Sontak hujan merintik tajam tiada henti.
(Pondok Petir, 23 Agustus 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H