Puisi : Edy Priyatna
Seumpama rasa hormat kami. Bulanan milikmu dan hidupmu. Kemudian gugur satu demi satu. Sekarang kami berada di tamanmu. Batang tubuh kaku terbujur sunyi. Tiada terbalut sehelai benang. Mulailah beliau mengeluarkan mahal. Tampak buah ranum menantang telanjang. Geletik mengelak menggelinjang. Ketika kelopak keriput di belai sajak sunyi. Lalu susur tangan menyusuri kembang.
Sesudah terpancang nisan tak bernama. Tanah merah tanpa bertabur bunga. Namun kau rela terbaring di pusara. Kami senantiasa ingat dirimu. Sebelum sempat kukalungkan bunga di lehermu. Hujan belum akan lepas ke tanah. Ketika aku melangkahkan kaki kecil. Senja membuat samar mata memandang. Kemudian sampailah pengarah maju ke podium. Jauh di depan masih ada seberkas sinar. Keyakinan masih di serang keraguan kalbu.
(Pondok Petir, 01 Maret 2019)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI