Puisi : Edy Priyatna
Jernih pada langit mulai bergerak. Menandai saung gaung hitam. Kendati angin badai membelai jiwa putih. Menghempas memperpanjang waktu. Untuk tiba di sudut ruang baru. Jeluk hati nan selalu ada keluh. Mengganggu benak untuk berperang. Setelah habis mengasah pikiran. Tanda bekas dapat tertapak. Meninggalkan rasa tangan kosong.
Dalam hari ini kerap terdengar. Hamba selalu ingat bungamu. Ketika tanganmu masih mampu. Menggenggam dan mencengkeram. Sentral berdetak hati berkertak. Pekikkan satu tekad hidup atau mati. Kami sangat bangga padamu. Dulu kau biarkan di sekujur tubuhmu. Terluka menganga bertaut sendiri. Sudah pernah banyak mengajarkan kita.
Tebaran pada lendir kelemayar memberi petunjuk. Jalan berliku kian sarat kelelahan. Mengikis habis sedikit demi sedikit. Setubuh daya raga memberi pilihan. Patah atau semangat nan hinggap. Melestarikan air kesedihan gelas kegembiraan. Pada dinding nan melukiskan angan. Tempat membuat cita dan cinta. Untuk di persembahkan sang pencipta. Seraya mohon tertentu atas kedaifan jiwa.
(Pondok Petir, 26 Pebruari 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H