Puisi : Edy Priyatna
Mendambakan hingga hari akhir tiba. Entah berapa tahun lagi lamanya. Kini dalam gundukan tanah aku sendiri. Tiada suatu apapun nan menemani. Semula malam ini aku melewati rumahmu. Jalan raya menjadi batas perintang. Lamunanku terasa panjang. Tentang tawamu masa lampau. Di halaman depan rumah. Menjadi selambar goresan. Terdapat bayangan angan.
Muktamallah pada jalur jiwaku. Semua harta milikku kini tak berarti. Anak orangtua keluarga saudara dan teman. Meninggalkanku seorang diri. Tendensius dalam kaca muka. Ada rasa kecewa. Nan lepas dalam nafas. Semua pembicaraan kita. Akan berubah nyata. Tercatas jelas di halaman muka. Buku terbitan rinduku.
Demi aku benar sendiri. Menyaksikan siang malam tanpa matahari. Membiarkan cacing serangga menggerogoti jasad ini. Dalam gelap nan pekat dalam sunyi sepi. Supaya aku terbang. Bersama burung malam. Walaupun medannya cukup sulit. Menelan segala energi. Selama waktu masih terus berjalan. Untuk kembali turun pada pagi hari. Kampung desa kandang halaman.
(Pondok Petir,14 Desember 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H