Tabur Bunga Harum Tak Pernah Sirna
Puisi : Edy Priyatna
Posterior kusebrangi bukit nan sedikit tandus karena tumbuhannya sirna aku berlari menuju pantai biru diiringi hembusan angin sejuk hingga sepi terdengar suara ombak menderu tanah air mengibarkan bendera ditiang analitis mengadu berbagai macam alasan pada sebuah diskusi besar
Pada catatan hidup nan belum bersih dari pada raut wajah bernoda biru disiksa atau tersiksa aku berusaha tersenyum walau wajah membeku panggilan suara nyaring tetap tak di dengar oleh para pemukim tanah semut malam menyentuh dada membuatku terjaga mengingatkan doa
Tabur bunga harum tak pernah sirna membuat ikan menari diriak sungai bening mengalir berlimpah dari mata dalam perut bumi semua melihat dan menikmatinya semua mendengar timbunan suara angin mendesing dari samudera melewati pantai indah menembus kesejukan pegunungan
Jalanku terhenti dalam puisi lalu melukis didalam benak gempuran sunyi badai mendera hati letusan gunung menghentak jiwa getaran mayapada membelah hidup sayup terdengar jeritan tangis ibu pertiwi di tanah airku semasaku mulai larut pasrah kugadaikan jiwaku desirnya mengerawang
Cinta tulus takkan lekang oleh waktu adalah senandung pengantar tidur status tertancap dalam kalbu nan berduka bagaikan mayat tanpa rumah saat berlari disetubuhi takut tidur panjangpun tak berani ditunggu teman kerinduan bagai api selalu menyala dalam tidur masih tergambar warna
(Pondok Petir, 27 Juli 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H