Siapa sangka Pak Jokowi begitu banyak memberikan perhatiannya kepada kaum Milenial. Dalam Debat Capres 2, Minggu malam, 17 Februari yang lalu, beliau seakan ingin menegaskan bahwa negara harus menyediakan karpet merah dan memberikan keleluasaan bagi para pelaku usaha Milenial yang sama-sama kita ketahui mereka adalah sosok penting dalam perannya memberikan warna atas perkembangan dunia usaha di era disrupsi ini.
Siapa sangka Pak Jokowi begitu memahami perkembangan dan kebutuhan nyata para pelaku usaha di dunia usaha digital saat ini, memastikan program-program yang tepat guna dan terukur demi memenuhi kebutuhan para Milenial yang lebih memilih berkarya di perusahaan 'Start-up' dan memiliki usaha sendiri ketimbang bekerja di perusahaan BUMN dan sejenisnya.
Siapa sangka Pak Jokowi begitu ringan tangan beliau untuk membuka lebar-lebar atas keterbukaan akses komunikasi dan kesempatan dalam bekerja sama dengan para investor dari luar negeri demi mendapatkan kesempatan dalam berinovasi dalam membangun bisnis-bisnis baru dengan didasari oleh "Disruptive Innovation" yang saat menjadi sorotan di era keterbukaan informasi ini.
'Ya itulah tugas pemimpin, membuat yang tidak baik menjadi baik', begitu yang terucap dari Pak Jokowi, seperti kata James A.F Stonen, yang mengatakan, "Pemimpin membuat keputusan yang sulit : Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah". Karena itulah seorang pemimpin yang baik akan menjadikan hal yang terkait dengan ketertarikan anak muda ini menjadi hal yang super prioritas.
Demikian pula perkembangan usaha anak muda yang berbasis fintech di Indonesia yang tak lepas dari besarnya ekonomi digital Indonesia terus akan diprediksi tumbuh empat kali lipat pada tahun 2025 dengan capaian angka 100 miliar dollar AS tersebut akan diabaikan begitu saja, hal tersebut menjadi sorotan utama di era pemerintahan ini.
Seperti kita ketahui, Milenial atau anak muda saat ini lebih suka bekerja dan berkarya ditengah-tengah keramaian dan kesibukan yang membebaskan mereka untuk berkreatifitas dan bekerja yang tidak terikat dengan waktu.
Dari sebuah survey nasional menyatakan terdapat 3 Karakter generasi Milenial, yaitu "Connected, Confident dan Creative". Â Kreatifitas Milenial juga terbawa pada lingkungan kerja, karena pada dasarnya kreatifitas merupakan bagian dari "passion" mereka.
Karakter diataslah yang saat ini menjadi ciri sebuah perusahaan yang dianggap dapat menyesuaikan diri di era kemajuan informasi ini. Kemunculan 'Start-Up' yang dilatar belakangi oleh 'disruptive innovation' ini menjadi rebutan dan gaya baru dalam proses penciptaan jati diri bagi diri para anak muda yang sudah siap bekerja dan berkarya, mereka terus mengejar kesempatan dan haus akan ilmu yang semata-mata demi memenuhi keinginan mereka untuk berkembang dan berkarya untuk negerinya.
Lalu sebetulnya apa arti unicorn itu? Beberapa literatur sampai lembaga riset internasional menuliskan unicorn adalah sebuah perusahaan startup yang memiliki valuasi nilai hingga US$ 1 miliar. Sebut saja, Hulu Hilir (@id.huluhilir), sebuah usaha non-profit dari sekelompok anak muda yang intelek, confident dan creative.Â
Jenis usaha yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia. Sudah barang tentu, jenis usaha inilah yang akan menjadi cikal bakal sebuah unicorn dimasa mendatang. Dapat dipastikan bahwa jenis usaha seperti Hulu Hilir lah yang akan memastikan iklim usaha di Indonesia akan terus hidup dan berkembang dengan terus menghasilkan kepastian atas keberlangsungan ekonomi.