Berpikir tentang pangan, seperti berpikir tentang belahan jiwa. Â Tanpanya hidup terasa lapar. Sedikit ada bau harum aroma masakan dari dapur, sudah kepingin rasanya menggigitnya. Â Sedikit ada rongga udara di perut, sudah kepengin rasanya mengunyah. Â
Tapi pernahkah terpikir bagaimana alur sebutir nasi sampai di meja makan? Bagaimana petani - seorang pahlawan pangan - bekerja keras untuk menjadikan belahan jiwamu tersedia di hadapanmu.
Bahasa dramanya adalah perjuangan pahlawan pangan untuk mengantarkan sebutir gabah dari padi sawah sampai menjadi nasi di meja makan setiap keluarga Indonesia. Â Bahasa resminya adalah perjuangan petani untuk menjaga ketahanan pangan bagi setiap individu. Â
Pangan terjaga untuk selalu tersedia; dapat dijangkau oleh setiap kalangan sampai dengan individu baik secara fisik maupun ekonomi; dan masing-masing rakyat dan penduduk Indonesia yakin esok hari masih mendapatkan pangan.
Cerita ini memang bukan cerita baru. Â Tetapi heroisme ini perlu kita tularkan kepada anak cuku generasi kita sebagai bagian dari kebanggan menjadi bangsa pertanian di saat semua orang sudah sibuk dengan digitalisasi. Sebuah keyakinan pribadi bahwa kita tidak bisa kenyang hanya dengan memandang gambar makanan. Â
Tetap dibutuhkan makanan secara fisik yang ter-delivery sampai di mulut kita dan sari-sarinya pada akhirnya masuk dalam setiap tetes darah kita. Â Memperkuat otak kita sehingga menjadi semakin cerdas, dan memperkuat raga kita untuk menjadi lebih kuat.
Menggambarkan dan menceritakan perjuangan petani padi (dan pangan lain termasuk peternak dan nelayan) untuk dapat menyediakan pangan kepada setiap rumah tangga Indonesia, perlu ditularkan kepada anak-anak kita. Dari sisi perjuangan petani padi yang mengawali dengan mengolah sawahnya. Â
Kerbau atau traktor mereka giring ke lahan sawahnya sehingga lahan sawahnya siap untuk ditanami padi. Â Badan dan pakain yang dikenakan berlepotan tanah, tapi jiwanya bersih dengan niat tulus menyediakan pangan bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain. Â Satu point yang perlu dicatat oleh anak-anak kita, bahwa petani tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri.
Langkah berikutnya dilanjutkan dengan memilih benih yang bagus untuk dapat menyediakan beras yang banyak dan bermutu (kuantitas dan kualitas) untuk disemaikan di sebagian lahannya.Â
Pemilihan benihnya pun dilakukan dengan sebuah niat iklhas agar semua orang mendapatkan pangan yang cukup, sehat dan aman. Â Yakinlah bahwa petani menginginkan benih yang menghasilkan padi yang banyak dan enak. Â Tidak ada niatan untuk menghasilkan panen yang buruk.Â
Belum berhenti di situ. Â Beberapa minggu kemudian, petani memindahkan semaiannya dalam baris-baris rapi padi di sawahnya. Â Barisan rapi laksana shaft sholat berjamaah, yang khusuk bertasbih kepada Allah SWT berharap dapat tumbuh menjadi serumpun padi yang bernas dan menghasilkan butiran gabah y ang banyak. Â