Membaca Peraturan Presiden nomor 48 tahun 2016 tentang Penugasan Pemerintah Kepada Perum BULOG Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, Â terbayangkan suatu kondisi ideal dalam pengelolaan ketersediaan pangan dan stabilisasi harganya. Â Kebijakan yang mengintegrasikan hulu sampai hilir dengan dukungan anggaran minimalis dari Pemerintah. Â
Coba kita cerna satu persatu. Â Peraturan Presiden tersebut diawali dengan menyebutkan 11 (sebelas) pangan pokok yang harus dijaga ketersediaan dan stabilisasi harganya. Â Pemerintah dengan tegas menetapkan kesebelas pangan pokok tersebut untuk dijaga pasokan dan harganya yaitu beras, Â jagung, Â kedelai, Â gula, Â terigu, Â minyak goreng, Â bawang merah, Â cabai, Â daging sapi, Â daging ayam ras, Â dan telur ayam. Â
Tiga komoditas pertama, ditugaskan langsung oleh Pemerintah (Presiden) kepada Perum BULOG. Â Sedangkan delapan pangan lainnya, diberikan kewenangan kepada Menteri Perdagangan untuk memerintahkan kepada Perum BULOG maupun BUMN Pangan lainnya. Â
Yang menarik adalah setelah ditetapkan jenis pangannya, Â maka Pemerintah diminta untuk menetapkan jumlah cadangan yang harus dikelola oleh BULOG (untuk beras, Â jagung, kedelai) serta oleh BULOG dan/atau BUMN Pangan lainnya untuk pangan lainnya. Â Ini menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk menjaga stok yang cukup bagi rakyatnya. Setelah itu berturut-turut ditetapkan sumber pangan untuk penyediaan stoknya, baik dari produksi petani dalam negeri yang didukung dengan kebijakan harga pembelian maupun dari pasar dunia yang didukung dengan kebijakan impor oleh BULOG. Â
Tak lupa dilanjutkan dengan kebijakan penggunaan stok tersebut untuk membuat stok tetap mengalir dan tetap bisa memberikan space gudang yang pas saat musim panen berikutnya. Â Kebijakan ditutup dengan penganggaran yang harus disediakan Pemerintah sebagai bagian dari pelaksanaan tugas publik Pemerintah (tugas publik Pemerintah tentunya merupakan biaya bagi negara) serta penganggaran untuk membuat BULOG dan/atau BUMN Pangan lainnya yang menjalankan tugas tetap mendapatkan keuntungan yang wajar sebagai perusahaan.Â
Bagaimana Posisi Beras? Â Â
Kita mencoba membaca posisi beras (pangan pokok yang saat ini masih merajai meja makan kita) dalam kebijakan tersebut. Â Pemerintah (baca : Presiden) sudah menetapkan bahwa beras menjadi salah satu pangan pokok. Â Kemudian Pemerintah (baca : Menteri Pertanian) menetapkan jumlah Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Â Sudah ditetapkan bahwa BULOG harus mengelola CBP pada jumlah tertentu yang menunjukkan kesiapan Pemerintah atas kejadian tidak disangka-sangka yang mungkin terjadi dan untuk menjaga stabilisasi harga beras. Â
Untuk menyiapkan sejumlah stok tersebut, Â kebijakan harga beli, fleksibilitas kalau harga pasar di atas harga beli, impor apabila stok kurang mencukupi, Â dan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) apabila harga pasar melonjak tajam, telah disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah. Â
Yang menarik berikutnya adalah Pemerintah juga menugaskan BULOG untuk menyalurkan beras kepada masyarakat berpendapatan rendah, Â yang menjadi rangkaian dari penugasan-penugasan sebelumnya. Â Penugasan penyaluran menjadi urutan di hilir untuk menjaga pasokan dan stabilisasi harga beras. Â Pemerintah sudah jelas menetapkan sasaran untuk menerima beras yang telah dibeli dan disimpan oleh Perum BULOG dalam rangka ketahanan pangan nasional. Â
Seberapa penting posisi beras dalam kebijakan pangan?
Sebagai pangan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia, apapun perubahan yang terjadi pada beras akan mempengaruhi perubahan pada pangan (dan mungkin non pangan) lainnya, Â karena beras adalah lokomotif dari rangkaian gerbang tata niaga pangan lain dan perekonomian. Â Bayangkan apabila harga beras naik, maka produsen non beras akan menaikkan harga produknya untuk dapat membeli beras pada jumlah yang sama dengan sebelumnya. Â Pegawai/buruh akan meminta kenaikan gaji untuk membeli beras pada jumlah yang tetap. Otomatis pedagang juga akan menaikan harga jualnya demi mendapatkan keuntungan yang tetap. Â