Mohon tunggu...
Gugun 7
Gugun 7 Mohon Tunggu... lainnya -

Capturing the stories of your life. kadang di dapur, kadang di gunung.\r\n\r\nMenyukai Gatotkaca apapun bentuk dan perbuatannya, meski kadang harus menyukai Superman, Batman dan Spiderman. \r\n\r\n#HopeHappiness

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Orang Gunung Tugel

8 Juni 2010   17:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:39 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bau tidak sedap selalu setia menyambut kita bila berada di komplek pembuangan sampah tertua di Purwokerto ini, Gunung Tugel merupakan tempat dimana sampah dari seluruh daerah di Purwokerto akan berakhir. Di tempat itu terdapat sekitar puluhan pemulung yang setiap hari mengkais-kais sampah di tempat yang berada dilereng perbukitan Tugel. Ini hanya sedikit realitas yang ada di sekitar kita. [caption id="attachment_162091" align="aligncenter" width="300" caption="Keringatmu tergambar untuk sebuah harapan."][/caption] Ada banyak cerita dibalik keringat dan aroma sampah yang bisa saya dapati. Dari ibu yang bisa menyekolahkan anaknya hingga lulus, sampai pada orang yang sengaja datang mencari makanan bekas, sekedar untuk mencari harapan hidup. Terlihat senyum ramah dari beberapa orang ketika melihat orang asing yang datang ke tempat pembuangan sampah itu. Tidak hanya senyuman, terkadang pandangan sinis juga terarah padaku. Saya melangkahkan kaki menuju ke tengah gundukan sampah-sampah itu. awalnya perasaan jijik saya dapatkan, sempat berpikir juga apa yang sebenarnya saya cari ditempat seperti ini. Tapi ini bukan tentang itu semua, mereka yang akhirnya bisa membawaku mencari sedikit realitas yang akan tercatat dalam hidupku. [caption id="attachment_162094" align="aligncenter" width="300" caption="Biarkan cangkul dan garu itu mengayun dengan kehendakmu"][/caption] [caption id="attachment_162095" align="aligncenter" width="300" caption="Kuatkan tenaga pada tumpuan lengan."][/caption] Saya melihat beberapa anak kecil yang seharusnya memegang buku tulis dan pensil, namun disana mereka memegang garu untuk mengais sampah. Lagu bintang kecil menjadi hiburan yang menyenangkan, diiringi alunan musik dari sang lalat yang setia memberikan harmoni melalui sayap-sayapnya. Mereka seharusnya bermain dengan teman sekolahnya saat itu, bukan bermain dengan para lalat -lalat itu, namun nampaknya sang lalat lebih bersahabat dengan mereka. [caption id="attachment_162104" align="aligncenter" width="300" caption="Pernah kudengar nyanyian itu."][/caption] [caption id="attachment_162096" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama nyanyian Bintang kecil sang lalat."][/caption] [caption id="attachment_162099" align="aligncenter" width="300" caption="Tempatmu tidak seharusnya disini."][/caption] [caption id="attachment_162100" align="aligncenter" width="300" caption="Perlahan dengan tenang terurai mimpimu bersama uraian sampah itu."][/caption] Ibu tua terlihat sedang mengais-ngais tanah untuk mencari logam-logam bekas yang sudah tertimbun, ditemani seorang teman mereka berdua dengan teliti mencari sebuah logam kecil untuk kemudian dikumpulkan lalu dijual. Tak bisa kubayangkan berada diposisi mereka. Dia menatapku, Mas berada di tempat seperti ini tidak perlu nahan napas atau menutup lubang hidung, itu malah mengganggu pernapasan. Memang benar beberapa menit ditempat pembuangan sampah Gunung Tugel saya sempat muntah karena mual yang ditahan. Namun sedikit adaptasi akan memberikan rasa nyaman meski dipaksakan untuk menahan aroma tidak sedap itu. [caption id="attachment_162101" align="aligncenter" width="300" caption="Aku tidak tahu apa yang engkau risaukan, tapi aku mencoba memahami arti pandanganmu itu"][/caption] Begitu banyak cerita yang bisa kita lihat dari keseharian mereka, dengan bersenjatakan sebuah tongkat garu ditangan kanannya serta keranjang ditangan kirinya serta pengki, mereka siap untuk mencari beberapa sampah-sampah yang akan mereka rebuti dari truk sampah yang datang. Biarpun saat itu matahari tidak begitu bersabat dengan memberikan sinar panasnya, orang-orang Gunung Tugel tetap semangat untuk melanjutkan yang mereka sebut sebagai pekerjaan. Sebuah rutinitas untuk mencukupi kehidupan mereka. [caption id="attachment_162102" align="aligncenter" width="300" caption="Kendaraan besi kuning itu, pembawa harapan."][/caption] Terkadang mereka dipandang sebelah mata oleh kita, padahal tanpa mereka sampah-sampah itu bisa menumpuk melebihi tingginya gunung Tugel. Namun berkat mereka inilah sampah yang tadinya tidak berguna bisa menjadi berguna kembali setelah mereka mengaisnya satu demi satu. memilah dan memilih yang organik dan non-organik. Keseharian mereka sama dengan rutinitas kita, kita bekerja mereka juga bekerja. Tidak ada perbedaan  untuk ini.  Kalau saja mereka bisa mendapat kesempatan seperti apa yang bisa kita rasakan. Tapi bukan itu yang mereka harapkan, bukan uluran tangan kita. Secara sadar terkadang kita terlupa bahwa mereka itu ada, disekitar kita.  "Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta" (Soe Hok Gie). Bergelut dengan naluri untuk merasakan apa yang mereka rasakan, saya mencoba mengambil sedikit dari kisah keseharian mereka. Dengan rasa terima kasih saya ucapkan untuk semua teman, sahabat pemulung di Gunung Tugel. Semoga dengan ini keresahan yang dirasakan bisa mendapat sedikit perhatian. Terima kasih buat seorang teman dan guru yang baik, Mbak Lina Global Radio Jogja yang mau menemani ke tempat ini. @2008 Gugun sedang ingin berdiskusi dengan Alam Djakarta. 090610 Ditemani harmoni musik by James Horner

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun