Mohon tunggu...
Eva Rahayu
Eva Rahayu Mohon Tunggu... -

Keep foolish, keep learning. Seorang hamba pecinta fotografi, memasak, pemimpi dan pengagum ilmu pengetahuan dan cerita fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apa yang Terjadi pada Indonesia Jika Indonesia Tidak Melakukan Impor?

6 Februari 2014   02:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda membayangkan tidak ada lagi Apple, Blackberry, Samsung atau Microsoft dan segala produk canggihnya seperti Mac, Android atau Windows di perangkat yang Anda miliki saat ini? Ataukah para shopaholic, bagaimana jika Chanel, Gucci, Prada, Armani, Louis Vuitton atau pun Christian Louboutin dan Jimmy Choo serta merta menghilang dari peredaran pasar Indonesia? Bagaimana dengan Milanisti, Juventini, United Indonesia atau penggemar fanatik klub sepak bola dunia lainnya, pernahkah terbesit dalam pikiran kalian untuk tidak lagi dapat mengakses tayangan dan perkembangan pertandingan seru terbaru klub bola luar negeri favorit Anda? Lebih parahnya, sudah siapkah Anda para pecinta film untuk melihat tayangan bioskop yang didominasi dengan pocong, kuntilanak atau pun suster ngesot?

Sedikit ekstrim, namun begitulah sepotong appetizer dalam pemikiran penulis mengawali menu khusus tentang kebijakan non impor. Indonesia, negara berpenduduk lebih dari dua ratus jiwa dengan kemajemukan di hampir semua aspek kehidupan, mampukah ia dengan segala keterbatasannya mencukupi aneka tuntutan kebutuhan rakyatnya tanpa bantuan pihak luar? Seberapa banyak faktor-faktor produksi yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan tanpa bantuan mesin super canggih buatan asing?

Impor, istilah yang sangat akrab dalam dunia perdagangan. Tidak tahu pasti kapan Indonesia pertama kali melakukan impor. Yang jelas hal itu sudah terjadi semenjak nenek moyang kita secara iseng atau sengaja mengenal dunia luar dan mengetahui betapa keren dan pentingnya jika sumber daya tersebut ada di Indonesia. Apa sebenarnya yang dimaksud impor? Impor merupakan kegiatan pengadaan barang, jasa, modal serta seluruh akses informasi dan teknologi yang berasal dari luar wilayah batas-batas negara untuk selanjutnya ditransfer ke dalam wilayah dalam negeri. Sederhananya, impor adalah kegiatan transfer sesuatu dari luar ke dalam negeri.

Dari spekulasi dan pemikiran yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi gerakan non impor berarti kita berfokus pada KEMANDIRIAN BANGSA, kemandirian dalam berekonomi atau biasa disebut ekonomi mandiri. Indonesia tidak lagi bergantung pada semua sumber barang, jasa, modal, informasi dan teknologi yang berasal dari luar negeri. Tidak ada lagi produk sayuran dan buah dari China harga murah membanjiri pasar dalam negeri yang meresahkan petani. Yang ada hanya harapan Indonesia kepada para petani di desa untuk terus giat menyemai padi dan menabur benih untuk konsumsi tanah pertiwi. Dan apapun yang terjadi, baik atau buruk kualitas pangan yang diproduksi, tangan terulur terbuka menerima dan berucap syukur terima kasih membuat dapur tetap mengepul di tengah kelaparan dalam negeri. Tidak ada lagi kata bergantung, hanya Indonesia dan untuk Indonesia.

Ketergantungan Indonesia pada dunia luar begitu luas melibatkan hampir semua aspek bidang kehidupan bangsa. Mulai dari ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, sosial kemasyarakatan, hingga seni dan budaya. Dari segi ekonomi misalnya, tak terhitung lagi berapa triliunan rupiah alur kas dan modal antara Indonesia dengan IMF, Bank Dunia, maupun pihak-pihak asing lainnya demi tujuan investasi/modal penggerak roda ekonomi dan bisnis-bisnis dalam negeri. Sedangkan dari aspek konsumsi, mulai dari hal remeh temeh seperti alas kaki, hingga aspek konsumsi nasional seperti kedelai dan minyak bumi pun harus didatangkan dari luar negeri. Miris, mengingat sepertiga gas alam berada di perut bumi nusantara. Negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia dengan segala kekayaan alam dan sumber dayanya ini ternyata masih terlalu bergantung pada negara lain untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri.

Sejatinya, Indonesia memang pernah menerapkan sistem perekonomian tertutup, yakni pada masa orde lama. Di masa itu otoritas yang berkuasa merasa percaya diri dan optimis untuk dapat bermandiri dalam mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kita berproduksi, kita yang mengkonsumsi. Sayangnya, hal tersebut justru mengakibatkan stagnansi pertumbuhan ekonomi. Produktivitas terbatas dan inovasi produk jenuh tak berkembang. Masyarakat mengeluh tak banyak pilihan konsumsi yang dinikmati. Bisa dibayangkan selanjutnya yang terjadi, perekonomian menjadi lesu tak bernafsu tanpa adanya kemajuan investasi yang berarti. Keadaan pun semakin terpuruk dengan tingkat inflasi dan tambahan permasalahan-permasalahan ekonomi dan bidang-bidang lain.

Sebenarnya apa tujuan negara melakukan impor? Mengapa kegiatan ini begitu dianjurkan? Sungguh, Indonesia memang tak akan mati begitu saja dengan penerapan kebijakan non impor jika hal itu secara nyata terjadi. Namun ibarat Indonesia adalah seorang manusia biasa, Indonesia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dengan negara lain untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Bayangkan saja jika Anda berada sendiri di dunia, hidup ini tentu berasa sangat membosankan dan Anda bisa berakhir gila atau gangguan jiwa. Namun jika ada orang lain di sekitar Anda, bak Indonesia sebagai makhluk ekonomi, Indonesia bisa berbagi dalam usaha pemenuhan kebutuhan rakyatnya dengan negara lain. Indonesia dan negara lainnya dapat bekerja sama mencapai efisiensi produksi! Sehingga satu sama lainnya dapat mendapatkan keuntungan maksimal dari usaha minimal yang dilakukan. Coba ingat kembali teori David Richardo tentang teori keunggulan komparatifnya, tentu saja akan sangat menyenangkan dan meringankan beban jika dapat melakukan spesialisasi produksi pada komoditas yang paling baik dilakukan.

Munafik jika tidak mengakui neraca perdagangan Indonesia yang kerap kali mengalami defisit. Namun bukan berarti hanya dengan alasan tersebut lantas seketika Indonesia memutuskan untuk menghentikan impor bukan? Bahkan di era globalisasi yang membuat batas-batas wilayah seolah-olah tak lagi ada, Indonesia pun masih harus mengakui ketergantungannya kepada negara lain dan begitu pun sebaliknya. Indonesia masih memperlukan negara lain dalam rangka pemenuhan konsumsi dan kebutuhan dalam negeri yang tidak bisa diadakan dan diproduksi, serta mendorong perkembangan kegiatan industri dengan mendatangkan mesin-mesin dan teknologi canggih dari luar negeri. Memang jika dilihat dari rapor merah kegiatan impor yang selama ini dilakukan, tak jarang Indonesia berada pada posisi lemah menjadi lahan bagi asing untuk memasarkan produknya, sehingga banyak produk asing membanjiri pasar negeri dan perlahan mematikan sektor produksi dalam negeri yang tak kuat lagi berdiri. Namun bukankah itu sebuah cambuk bagi Indonesia sendiri untuk terus berkreativitas dan berinovasi guna meningkatkan kualitas dan keanekaragaman produksi? Fenomena banjirnya produk asing saat ini seyogyanya dapat menjadi bahan introspeksi bagi negeri akan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan swasta serta dukungan kesadaran penuh masyarakat untuk lebih mencintai produk buatan negeri, bukan sikap skeptis untuk menutup diri dengan non impor policy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun