“Beauty in a person is never how they appear, it is how they act”
(Catherine Pulsifer)
(Azizah “Maumere”/dok. tribunnews.com)
Kecantikan seseorang takkan pernah tampak dalam tampilannya, tapi dalam tindakannya. Demikianlah ujaran Chaterine Pulsifer, seorang penulis dan motivator Amerika Serikat. Pulsifer sungguh benar. Namun, kisah Azizah “Maumere”, salah seorang peserta dalam Kontes Dangdut Indonesia (KDI) yang diselenggarakan oleh televisi swasta MNC TV bisa menjadi antitesis terhadap ucapan itu. Perpaduan kecantikan dan perjuangan Azizah menjadikan sosok ini begitu fenomenal di kalangan masyarakat Maumere, kabupaten Sikka khususnya, dan provinsi NTT umumnya, bahkan mungkin juga telah menjalari ribuan masyarakat Indonesia lainnya. Fenomena Azizah bukanlah sesuatu yang tak berdasar. Kisah gadis yang bernama lengkap Azizah Ismi Hayrunisa ini memberikan beberapa gebrakan inspiratif. Gebrakan ini sebenarnya bukanlah hal baru karena merupakan bagian dari nilai-nilai kehidupan yang dewasa ini harus direvitalisasi kembali. Dalam konteks yang lebih riil, kisah Azizah di panggung KDI merupakan bentuk inspirasi bagi masyarakat Maumere, Flores, NTT, terutama bagi para kaum wanita yang seringkali terbatasi sekat budaya dan struktur sosial.
(Azizah “Maumere” dalam salah satu penampilannya/dok. twitter.com/KDIOffc_MNCTV)
Tampil di panggung KDI MNC TV tentu memberikan kebanggaan tersendiri. Hal ini dirasakan Azizah, kelahiran 6 November 1997, yang merupakan pelajar kelas XI pada SMK Yohanes XXIII Maumere. Di usianya yang masih belia, Azizah sudah mampu tampil di sebuah kontes dangdut nasional sekesohor KDI. Prinsipnya, Azizah telah membawa nama Maumere ke kancah nasional. Setiap kali tampil, nama Maumere selalu disebut entah oleh para dewan juri ataupun para host yang merupakan artis-artis papan atas. Di sini, Maumere dikenal di seluruh Indonesia. Yang paling garing ialah bagaimana Azizah mampu memperkenalkan budaya Sikka di sela-sela penampilannya. Dalam tajuk panggung Gerbang KDI, Azizah menarikan Hegong (hegong: tarian kebesaran masyarakat Sikka yang biasa dibawakan pada setiap upacara adat, dan juga biasa dibawakan pada acara-acara penting lainnya, semisal penyambutan tamu-tamu penting), dan menyanyikan lagu daerah berjudul Ana Ritingteo.
(Azizah sedang diwawancarai oleh host. Tampak ia mengenakan selempang tenunan asli Sikka yang juga dipakainya dalam menarikan Hegong/dok. youtube.com )
Kisah perjuangan Azizah di KDI mengaliri darah masyarakat Sikka untuk bersatu dalam memberikan dukungan. Dalam hal ini, lolos tidaknya seorang peserta KDI bergantung pada banyak sedikitnya polling sms yang diberikan oleh penonton. Maka, berbagai macam aksi solidaritas digalakkan. Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa hal yang berkaitan dengan aksi solidaritas itu. Sebuah panitia untuk kesuksesan Azizah pun dibentuk secara inisiatif dan spontan di kota asal, Maumere. Mereka ini sebenarnya bukan panitia dalam artian formal, melainkan sekumpulan orang yang secara inisiatif untuk kula babong (kula babong: duduk berembuk bersama, musyawarah), kemudiansepakat mengerahkan tenaga dan sumber daya yang dimiliki untuk mendukung Azizah. Mereka terdiri dari para musisi dan penyanyi lokal, penyiar radio, anggota berbagai forum kepemudaan di Maumere, tokoh-tokoh masyarakat, dan juga masyarakat biasa yang secara sukarela mendukung Azizah. “Kampanye” untuk mendukung Azizah pun dilakukan. Acara nonton bareng digelar setiap kali Azizah tampil. Belum lagi aksi “kampanye” di media-media sosial untuk menggalang dukungan sms bagi Azizah.
(Panitia “kecil-kecilan” untuk menyukseskan nobar Azizah/dok. Oss Rebong)
(Relawan Azizah sedang menyiapkan layar untuk nobar/dok. Oss Rebong)
Setiap kali pegelaran nobar Azizah, selalu diramaikan para MC ternama, musisi, dan penyanyi Maumere. Mereka melakukannya dengan sukarela tanpa adanya bayaran. Bupati dan Wakil Bupati Sikka pun turut menghadiri pegelaran acara nonton bareng itu. Bahkan, Bapak Bupati Sikka Yos Ansar Rera pernah hadir langsung di studio MNC TV untuk mendukung Azizah.
(Bupati Sikka, Yos Ansar Rera, di ujung kiri, dan Wakil Bupati Sikka, Paulus Nong Susar, ketiga dari kiri, menghadiri acara nonton bareng/dok. Oss Rebong)
Animo masyarakat Sikka lebih luar biasa lagi. Beribu-ribu masyarakat Sikka dari berbagai lapisan dan golongan memberikan dukungan. Salah satunya dengan berjubel menghadiri acara nonton bareng itu. Ini merupakan bentuk dukungan yang paling nyata. Masyarakat Sikka bersatu dalam jiwa dan raga, berpadu dalam aksi.
(Suasana nobar Azizah/dok. Oss Rebong)
(Antusiasme warga Maumere dalam acara nobar Azizah/dok. Oss Rebong)
(Wanita Maumere mengenakan kain sarung daerah Sikka turut serta dalam nobar/dok. Oss Rebong)
Nilai solidaritas keberagamaan juga menjadi inspirasi tersendiri. Azizah merupakan umat muslim. Namun, masyarakat Sikka yang mayoritasnya merupakan umat Kristiani berbaur menjadi satu untuk mendukung Azizah. Mereka tidak mengenal siapa dan apa latar belakang Azizah. Sebenarnya Azizah sendiri sudah menunjukkan toleransi beragama itu. Meskipun seorang muslimah, ia pernah mengikuti koor di Gereja. Baginya, suara yang merdu bila tidak dimanfaatkan untuk kepentingan bersama hanyalah sia-sia. Inilah gebrakan termaksud. Kisah Azizah yang ikut dalam koor di Gereja bukanlah sebuah karangan belaka. Ini diakui oleh kepala sekolah SMK Yohanes XXIII Maumere Marselus Moa Ito. Moa Ito mengatakan bahwa setiap kali sekolahnya dipercayakan paroki untuk menanggung koor di Gereja, Azizah pasti ikut terlibat di dalamnya. Bapak Uskup Maumere Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira,SVD pun terang-terangan menyatakan dukungannya bagi Azizah dan mengajak seluruh masyarakat Keuskupan Maumere untuk memberikan dukungan itu. Hal itu dipublikasikan lewat surat kabar lokal. Sungguh luar biasa. Azizah sungguh telah menyatukan semua orang Sikka.
(Ajakan Uskup Maumere untuk mendukung Azizah, dalam harian Flores Pos, 8 Mei 2015)
Azizah juga bukan anak orang kaya. Ayahnya, Bapak Udin, hanyalah seorang tukang ojek. Tentang ini, Azizah tidak merasa malu ataupun minder. Bahkan, Azizah, ketika ditanya oleh host dalam suatu kesempatan pentas KDI, mengatakan dengan penuh kepolosan bahwa ayahnya adalah seorang tukang ojek dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Azizah terbuka dan berani mengakui latar belakang orang tuanya. Hal ini patut ditiru oleh para anak muda Sikka zaman sekarang, dan juga generasi muda Indonesia secara keseluruhan. Azizah tidak merasa gengsi apalagi itu dalam sebuah kompetisi yang disaksikan oleh jutaan mata.
(Ayahanda Azizah yang biasa disapa Om Udin, mengenakan topi, turut hadir dalam acara nobar. Pria yang berprofesi sebagai tukang ojek ini selalu setia mendukung putrinya untuk menjadi bintang nasional/dok. Oss Rebong)
Lanjutannya, meskipun masih sekolah, ia sudah bisa membantu kedua orang tuanya. Selama masih di Maumere, Azizah menjadi penyanyi lokal. Gadis berparas ayu ini menyanyi dari panggung ke panggung. Bersama beberapa musisi lokal lainnya, Azizah juga telah mengeluarkan rekaman lagunya dalam bentuk CD. Lagu-lagunya sangat menghibur masyarakat Sikka. Azizah mengakui bahwa menjadi penyanyi dangdut merupakan cita-citanya sejak kecil. Oleh karena itu, selain sibuk dengan aktivitas sekolahnya, menyanyi dangdut merupakan aktivitas sampingan yang tidak kalah prioritasnya. Itulah passion baginya.
(Lagu “Bunga Rempe Sikka” yang dinyanyikan oleh Azizah bersama musisi terkenal Maumere, Alfred Gare. Lagu ini sering diputar dalam berbagai pesta-pesta yang diadakan di Maumere dan juga di NTT/dok. pribadi)
Pihak sekolah pun sangat mendukung perjuangan anak didiknya tersebut. Item nyata yang dilakukan ialah dengan cara pengumpulan koin bagi Azizah, yang nanti akan digunakan untuk memberikan dukungan polling sms. Tak dinyana, teman-teman Azizah sebagai bagian dari OSIS SMK Yohanes XXIII Maumere turun ke jalan-jalan, ke pasar, pertokoan, bahkan ke sekolah-sekolah lainnya untuk menggalang dana termaksud. Respon yang diberikan masyarakat pun sangatlah positif. Para pedagang, tukang ojek, semua golongan masyarakat menyambut dengan penuh antusias dalam mengumpulkan koin-koin itu. Sungguh sebuah kesolidan dalam balutan solidaritas yang luar biasa. Azizah telah mengguratkan warna tersendiri di tanah tsunami Maumere ini. Sebuah gebrakan inspiratif yang mempersatukan semua elemen masyarakat.
(Pengumpulan koin bagi Azizah yang diprakarsai OSIS SMK Yohanes XXIII Maumere. Mama-mama yang menjual kain sarung daerah tak mau kalah dalam mengumpulkan dana/dok. Oss Rebong)
(Tak mau ketinggalan, para ibu di pasar memberikan koin dukungan bagi Azizah/dok. Oss Rebong)