Mohon tunggu...
Elvan De Porres
Elvan De Porres Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Terlahir di Maumere, Flores, NTT. Sejak kecil, memiliki hobi membaca, menulis, dan bermain futsal. Sekarang belajar di STFK Ledalero, Maumere. Alamat email Elvan_porres@yahoo.com.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mewaspadai Terorisme di NTT

22 April 2015   17:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini, masyarakat NTT dikejutkan dengan berita penangkapan seorang anggota teroris di wilayah Manggarai Barat. Teroris bernama Syarifudin alias Digon alias Ufairoh, warga asal Kecamatan Dompu-NTB itu dibekuk aparat keamanan di Puar Lolo, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Sabtu (18/4/2015). Ia merupakan anggota teroris jaringan Santoso yang saat ini juga sedang diburu di Pegunungan Poso, Sulawesi Tengah (Pos Kupang, Minggu 19/04/2015). Berita tersebut sangat disayangkan sebab wilayah kita yang selama ini secara kasat mata “bebas” dari ancaman terorisme justru mendapat penodaan nyata.

Gagasan utama tulisan ini melihat terorisme sebagai musuh bangsa serentak menekankan ajakan dan imbauan kepada masyarakat NTT untuk mewaspadai gerakan terorisme dan radikalisme yang lagi marak merebak. Sebab, terorisme tak mengenal batas situasi dan tempat. Terorisme bisa datang kapan saja tanpa kompromi dan menebar ancaman yang tentu meresahkan masyarakat. Dengan demikian, mewaspadai terorisme merupakan keharusan karena barangkali Syarifudin-syarifudin “baru” akan bermunculan di sana-sini. Kewaspadaan kita dalam konteks ini secara tak langsung menunjukkan sinergi dengan pihak keamanan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban.

Terorisme sebagai Musuh Bersama

Tak dapat dimungkiri, terorisme dapat dikatakan sebagai musuh bersama. Segenap elemen bangsa mesti sepakat untuk mengatakan tidak pada terorisme dan antek-antek pendukungnya. Dibutuhkan keseriusan, komitmen, dan konsistensi dalam penanganannya. Tentang ini, Tajuk Rencana Kompas, 20 April 2015 menelurkan judul yang begitu provokatif, Redam Terorisme dan Radikalisme. Menurut penulis, judul ini sangat relevan dan aktual apalagi dalam Tajuk Rencana tersebut, Kompas memberitakan sejumput cita asa dan harapan pemimpin bangsa ini. Wapres Jusuf Kalla, Sabtu (18/4), saat memimpin gladi bersih dan meninjau persiapan penyelenggaraan KAA menyatakan harapannya terhadap Peringatan 60 Tahun KAA itu agar bisa memberikan solusi konkret dalam mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan di Asia dan Afrika. Harapan Wapres tersebut diamini Presiden Jokowi secara terpisah yang menyatakan bahwa akan ada sebuah kerja sama strategis antarnegara di Asia dan Afrika bagi terciptanya keseimbangan global (Kompas, 20/04/15).

Terorisme memang sangat mengglobal dan universal. Lebih lanjut, kerja sama multilateral bagi terciptanya ketertiban dan keamanan dunia mesti mendapat perhatian serius dari pelaksanaan Peringatan 60 Tahun KAA itu. Harapan Presiden dan Wakil Presiden mesti menemukan perealisasiannya. Namun sejatinya, melakukan penguatan mulai dari dalam diri bangsa sendiri (internal dimension) merupakan aspek tak terbantahkan sebelum pada lain sisi, menjalin kerja sama dengan bangsa lain (external dimension). Miris memang ketika pemerintah sedang bersiap menyambut sebuah hegemoni internasional dengan gamis harapan-harapannya, di sebuah wilayah kecil ujung timur Indonesia, ada aksi penangkapan anggota teroris. Sangat disayangkan apabila aksi para dedengkot teroris itu melumuri setiap sudut tempat di negeri ini tanpa adanya antisipasi serius.

Terorisme pada gatranya merupakan musuh bersama. Penulis mengamini harapan-harapan yang diujarkan oleh kedua pemimpin bangsa tersebut. Presiden dan Wakil Presiden telah memberikan secercah asa dalam upaya pemberantasannya. Artinya, mereka mendukung terciptanya ketertiban dan keamanan bangsa, yang dalam konteks ini dilihat dari perspektif kerja sama multilateral. Dengan demikian, pemberantasan terorisme adalah tanggung jawab yang dipikul bersama mulai dari pemerintah, juga pihak keamanan, hingga pada level masyarakat. Ini berarti bukan hanya pemerintah dan pihak keamanan yang bekerja keras melawan terorisme, melainkan juga menuntut kewaspadaan (baca: keterlibatan) dari setiap warga negara. Melanjuti Tajuk Rencana Kompas itu, penulis sungguh mengharapkan adanya momentum pemberantasan terorisme secara lebih signifikan dari penyelenggaraan Peringatan 60 Tahun KAA termaksud.

Kewaspadaan Kita

Pertama-tama, tindakan yang dilakukan pihak keamanan dalam menangkap Syarifudin menunjukkan bahwa pihak keamanan tidak tinggal diam memberantas terorisme. Akan tetapi, pihak keamanan mesti lebih cepat tanggap lagi dalam mengantisipasi masuknya teroris ke wilayah kita di NTT ini. Ini demi menghindari adanya gejala lanjutan yang tentunya berefek lebih buruk. Sebab rupanya Syarifudin sudah menetap selama delapan bulan di Manggarai Barat. Poin esensial ini mesti dicatat. Sebelum para teroris benar-benar menampilkan wajah bobroknya, mereka harus sudah dapat dibekukkan terlebih dahulu. Tanggung jawab ini menjadi perhatian serius bagi pihak keamanan di wilayah kita.

Kedua, masyarakat umum harus mampu membaca situasi yang terjadi di sekitar lingkungannya. Kepedulian semacam ini merupakan hal praktis sebagai bentuk kerja sama dengan pihak keamanan. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama sebagai makhluk yang peduli dengan situasi bangsa. Hal semacam ini menurut filosof Emanuel Levinas (1906-1995) merupakan bentuk etika tanggung jawab akan kehadiran orang lain. Dalam konteks ini, kehadiran orang lain termasuk teroris sekalipun menjadi klaim etik untuk pribadi “aku”. Pada gatranya, klaim etik itu dapat dilihat pula sebagai batasan bagi kebebasan-ku sebab “aku” tak pernah lepas dari relasi dengan yang lain. Memang dalam kenyataannya, kehadiran orang lain itu justru lebih daripada sekadar sebuah klaim etik. Sebab mereka bisa menjadi objek dan sumber dari berbagai macam distorsi sosial, seperti ketidakadilan, kekerasan, bahkan terorisme itu. Dengan demikian, seorang teroris sebagai “yang lain” dalam perspektif Levinas mendapat tanggung jawab nyata untuk dibereskan. Oleh karena itu, sejalan dengan pemikiran Levinas, kewaspadaan kita merupakan hal penting. Sebab kita mesti memiliki kepekaan sosial dalam melihat hal-hal mencurigakan yang berbau distorsif semacam itu. Akhirnya, terorisme merupakan musuh bangsa yang harus diberantas mulai dari skala lokal hingga pada skala nasional dan juga internasional. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun