Mohon tunggu...
Epa Elfitriadi
Epa Elfitriadi Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dan Berbagi..

Belajar dan Berbagi..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ayah Bisu atau Berayah tapi Yatim?

16 Januari 2020   08:00 Diperbarui: 16 Januari 2020   08:06 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari Selasa kemarin tepatnya tanggal 12 November 2019 adalah hari spesial bagi ayah, walaupun sesungguhnya setiap hari dapat menjadi spesial bagi setiap orang. 

Pasalnya di Indonesia, tanggal 12 November menjadi hari yang disepakati sebagai Hari Ayah Nasional (father's day). Father's day di Indonesia bermula dari prakarsa Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) tahun 2014 saat peringatan Hari Ibu di Solo. Kemudian dideklarasikan pertama kali tahun 2016 dengan semboyan "Semoga Bapak Bijak, Ayah Sehat, Papah Jaya". 

Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara lain seperti Amerika, Jerman, Australia, Jepang, Singapura, Malaysia dan lainnya memperingati hari ayah pada waktu yang berbeda-beda. Meski demikian, dunia internasional menetapkan hari minggu pekan ketiga bulan Juni sebagai hari ayah sedunia. (id.wikipedia.org dan kompas.com).

Adanya Hari Ayah Nasional dimanfaatkan sebagai momen untuk memberikan perhatian kepada figur ayah. Dari bentuk yang "wah" berupa hadiah spesial hingga bentuk sederhana hanya berupa ucapan selamat, diekspresikan untuk membuat ayah merasa istimewa. 

Tentu saja kita memahami peringatan Hari Ayah dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang kepada figur ayah, sebagaimana peringatan Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang kepada figur ibu. 

Sosok ayah menjadi pemimpin, pelindung dan tulang punggung keluarga serta contoh baik bagi anak-anaknya. Maka, peran penting ayah seperti itu dan peran ibu yang saling berimbang, sangat berpengaruh pada keseimbangan perkembangan fisik dan psikis anak. 

Bahkan, penelitian Harmaini, Shofiah, & Yulianti (2014) menerangkan peran ayah dalam pandangan anak meliputi tiga komponen besar, yaitu (1) kebutuhan afeksi, seperti: pemberian perhatian, rasa aman dan rasa bahagia; (2) pengasuhan, seperti pemberian waktu, nasihat, pendidikan dan penjagaan; (3) dukungan finansial, seperti pemberian makan, uang jajan dan kebutuhan lainnya.  

Namun demikian, Hari Ayah Nasional belum tentu membahagiakan setiap orang. Mungkin ada ayah yang mengalami kehilangan waktu membersamai anak-anaknya karena perceraian, kematian anak, atau kesibukan pekerjaan. 

Ada juga sebagian orang yang dahulu di masa kanak-kanak atau remaja tidak memiliki pengalaman dan kenangan indah bersama sosok ayah karena berbagai faktor, seperti perceraian, korban kekerasan dari ayahnya ataupun ketidakhadiran figur ayah dalam kehidupannya. 

Ketiadaan figur ayah baik secara fisik maupun peran dalam perkembangan seorang anak berdampak pada ketidakseimbangan perkembangan psikisnya (Ashari, 2018; Munjiat, 2017). 

Sehingga Hari Ayah bagi sebagian orang tidaklah istimewa karena justru mengingatkan pada pengalaman dan kondisi tertentu yang menyedihkan atau bahkan mengerikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun