Mohon tunggu...
Siti Nur Aini
Siti Nur Aini Mohon Tunggu... Lainnya - GURU IPS Di MTsN 1Jember dan Mahasiwa UNEJ Prodi Magister IPS

Menyanyi,Nonton Drakor serta Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena FOMO dan JOMO di Era Modernisasi

8 November 2024   19:03 Diperbarui: 8 November 2024   20:54 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semakin banyaknya perkembangan tekhnologi tentu memiliki resiko positif dan negative dalam kehidupan kita. Dengan adanya fenomena tersebut menggaungkan munculnya istilah Jomo dan Fomo  yang secara tidak sadar pernah kita temukan dalam kehidupan sehari hari yang tanpa kita sadari dapat mempengaruhi kondisi psikologis dari seseorang. Istilah fomo dan jomo sebenarnya bukan hanya sebatas bahasa gaul semata akan tetapi juga merupakan kondisi psikologis yang dapat menjerumuskan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik atau bijak sehingga berdampak pada emosi negative.

Fomo adalah singkatan dari FEAR OF MISSING OUT dimana arti dari fomo ini adalah kecemasan takut tertinggal. Yang dimaksud takut tertinggal disini adalah  persepsi bahwa orang lain lebih bersenang-senang menjalani kehidupannya daripada dirinya. Social media membuat pengalaman fomo semakin buruk dan sebagian kaum remaja dan anak-anak muda yang sangat rentan dengan efek ini. Dengan adanya social media kita dapat memposting berbagai kegiatan sehari hari yang kemudian menyebabkan adanya perbandingan dan kecemasan serta ketakutan akan ketertinggalan dari hal-hal yang up-to-date diera sekarang. Diera social media seperti sekarang ini  banyak sekali orang-orang yang berlomba lomba untuk bisa menjadi yang paling up to date sebagai bentuk pengukuhan keeksistensiannya didunia digital. Tak hanya itu biasanya orang-orang yang mengalami fomo biasanya selalu ingin bergabung dalam kegiatan-kegiatan social bahkan kesulitan untuk menolak ajakan berpesta atau kegiatan sosialita dan selalu memiliki kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain yang kurang berfaedah.Dalam hal ini emosi dari efek fomo ini bisa diatasi dengan focus pada perkembangan dan kelebihan diri,dan sering berkumpul dengan orang yang positif serta berdamai dengan kondisi apapun yang ada dalam diri kita,lebih tepatnya bersyukur atas pencapaian serta kondisi yang merupakan takdir ilahi.

Dengan adanya hal tersebut maka muncul istilah JOMO yang berlawanan dengan fomo,dimana jomo merupakan singkatan dari JOY OF MISSING OUT yang artinya tetap senang meski tertinggal. Dimana jomo itu sendiri istilah yang merujuk pada tindakan untuk tidak terlibat dalam kegiatan tertentu misalnya media social atau hiburan lainnya. Dalam hal ini orang yang  jomo bukan berarti sama sekali meninggalkan media social dan tak acuh pada kondisi sekitar akan tetapi sudah merasa cukup dengan hidupnya sehingga mereka merasa bebas dan lebih focus pada hal-hal yang mereka senangi. Mereka yang menerapkan jomo cenderung lebih tenang dalam menjalani hidupnya tanpa takut melewatkan kesenangan dengan teman-teman. Adanya jomo ini diharapkan dapat melatih seseorang untuk mengendalikan obsensi berlebih dengan cara membatasi penggunaan social media yang berlebih. Selain itu dengan pembatasan penggunaan social media juga berpeluang menemukan hal-hal yang menyenangkan lainnya yang produktif. Dan menemukan hal-hal yang menyenangkan inilah merupakan tujuan dari jomo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun