Fenomena yang sering dijumpai di jaman milenial ini, dimana tuntutan seseorang untuk exist dengan tampil wah, tapi diperlukan biaya yang tinggi untuk menunjang kebutuhannya, akibatnya apabila tidak bisa berhutang maka jalan pintas lain diambilnya. Barangkali kasus "Menjemput rejeki di Surabaya" artis VA yang ke gep baru-baru ini, menjadi salah satu contoh kasus tersebut. Sang artis tidak berhutang tapi mengambil yang dia sebut 'rejeki' dengan cara lain.
Tulisan ini tidak membahas kasus sang artis, tapi menyoroti kasus hutang piutang.
Seseorang memberi hutang seringkali bukan karena uangnya berlebih, tapi lebih karena mendahulukan si penghutang dengan men-skip kebutuhan lain yang sudah di forecast-kan, terutama bila si penghutang adalah orang-orang dekat.
Ketika seseorang rela mendahulukan penghutang, pertimbangannya karena si penghutang memerlukan uang mendesak yang harus didahulukan.
Tapi ketika keadaannya terus-terusan mendesak, maka mau ga mau harus bisa bilang NO, Itu namanya never ending story.
Diperbolehkan berhutang, namun menghindarinya adalah lebih baik.
Jika memang tidak ada jalan lain dan terpaksa harus berhutang, itu memang lebih baik daripada maksiat atau mencuri.
Dari berbagai info, salah satunya dari tanya jawab di pengajian, hutang piutang dalam Islam ada adabnya, antara lain sebagai berikut :
1. Ada perjanjian tertulis dan saksi yang dapat dipercaya.
2. Pihak pemberi hutang tidak mendapat keuntungan apapun dari apa yang dipiutangkan.
3. Pihak penghutang sadar akan hutangnya dan harus melunasi dengan cara yang baik (dengan harta atau benda yang sama halalnya) dan berniat untuk segera melunasi.
4. Berhutang hanya dalam hutang piutang tidak disertai dengan jual beli.
5. Berhutang hanya dalam keadaan terdesak atau darurat.
6. Pihak penghutang menggunakan harta yang dihutang dengan sebaik mungkin dan berniat untuk segera melunasi.
7. Memberitahukan kepada pihak pemberi hutang jika akan terlambat untuk melunasi hutang.
8. Pihak pemberi hutang boleh memberikan penangguhan jika pihak penghutang masih kesulitan untuk melunasi hutangnya.
Yang bahaya apabila point nomor 5 dan no.6 Â diabaikan, misal, karena pingin membeli kebutuhan-kebutuhan yang tidak penting, karena pingin pegang duit banyak, tapi uangnya dapat dari hutang sana-sini, akibatnya berhutang lagi untuk gali lubang tutup lubang. Yang seperti ini yang parah, karena dari awalnya sudah salah.
Sampai keluar istilah BPJS (Budged Pas-pasan Jiwa Sosialita).
Hadist Riwayat HR.AL-Bukhari dibawah ini tepat untuk kondisi si penghutang tsb :
"Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta dan berjanji, lantas memungkiri" (HR. AL-Bukhari)
Bener banget! karena si penghutang jadi sering kasih alasan bohong untuk mendapatkan hutang berikutnya.
Kasihan sih, tapi lebih kasihan lagi kalau dikasih terus menerus, maka dia tidak akan belajar bagaimana caranya hidup menyesuaikan penghasilan, bukan lebih besar pasak daripada tiang.
Berhutang hendaknya diniatkan dan direncanakan untuk membayarnya.
"Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau membayarnya, maka di hari kiamat dia dalam status sebagai Pencuri." (HR Ibnu Majah)
Bagaimanapun 'tangan di atas' lebih baik daripada 'tangan di bawah'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H