Liana yang akan menuntaskan masa SMP nya itu, kembali tidak bisa menahan ajakan untuk berkeliling laboratorium kota. Melihat hal itu, Liana berlari dan mencoa menghentikan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam laboratorium.
"Liana, dengar. Tidak, kamu tidak boleh masuk, tidak," teriak Liana, berusaha menghentikan dirinya yang tergoda dengan sains, namun tidak ada respon. Ia berusaha menghalanginya, namun semua itu tidak berhasil.
"Tolong, bangunkan aku dari mimpi ini. Aku, tidak bisa melihat Mama terluka, untuk kedua kalinya," ucap Liana memohon, agar dibangunkan dari mimpi ini, sebelum kejadian itu menjadi trauma, untuk kedua kalinya.
"Liana," teriak mama yang menangkap basah Liana, saat belajar mencampur beberapa cairan di laboratorium.
"Mama, kenapa mama, ada disini?" tanya Liana terlihat kebingungan, sambil menyembunyikan labu takar yang ia pegang.
"Ayo pulang," perintah mama menarik tangannya.
"Tidak, mama." Liana kemudian menutup matanya, berharap akan pergi ke tempat lain, sama seperti sebelumnya. Karena, ia tidak sanggup melihat kesalahan bodohnya itu. Akibat perbuatannya, mama mengalami masa kritis, karena terkena tumpahan cairan yang Liana buat.
"Ku mohon, bawa aku pergi. Aku, tidak sanggup, melihat Mama kesakitan." Cahaya itu, kembali menghampiri Liana. Kali ini, cahayanya terlihat lebih terang, bahkan sangat terang, dari cahaya sebelumnya.
***
"Ah, panas. Apa ini?" tanya Liana, berusaha memindahkan kakinya, dan mulai membuka mata. Betapa terkejutnya dia, ketika melihat begitu banyak bagunan, yang hancur. Bahkan, tanah yang ia injak, bisa mengeluarkan sebuah cairan panas.
"Apa semua ini?" tanya Liana, mebelalakkan mata, seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H