Mohon tunggu...
Eko Nugroho
Eko Nugroho Mohon Tunggu... -

Editor at http://kummara.com, Statistician Wanna be, Economist Suppose to be, Entrepreneur by force, Blogger, Twitter Addict, & Board Gamer.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Sofa Untuk Istana

30 Juli 2010   08:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:27 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear Bapak Yang Bekerja di Istana, Belakangan ini Saya membaca banyak sekali masalah yang sedang menimpa Bapak. Dari mulai para anak-anak yang melapor ditoyor salah satu oknum yang mirip anggota pengawal Bapak, anak pengguna jalan yang kabarnya sedikit trauma karena kegarangan para pengawal Bapak, anak yang terluka bakar karena ketidakmampuan anak buah Bapak membuat produk yang aman, dan mungkin ratusan masalah lainnya yang disebabkan oleh mereka yang dekat dengan Bapak. Bapak, Bapak rajin berkeluh kesah pada kami semua, bahwa ada banyak pihak yang coba memperburuk citra kerja Bapak. Tapi apakah Bapak sudah benar-benar melihat sekeliling Bapak? Mungkin yang memperburuk citra Bapak adalah mereka yang selalu berada di dekat Bapak. Bapak, Saya dulu sempat mengagumi Bapak atas ketegasan Bapak menentang salah satu penghuni istana sebelumnya. Ketegasan Bapak itulah yang begitu membekas bagi Saya. Belakangan ketegasan itu tidak lagi tersisa di penampilan Bapak. Bapak kadang hanya terlihat membaca, bukan berbicara. Kami rakyat jelata kadang bingung apakah yang Bapak sampaikan sungguh suara hati Bapak atau hasil olahan mereka yang coba membentuk citra tertentu bagi Bapak? Lebih parah lagi, kadang bahasa yang Bapak sampaikan begitu berbelit dan susah kami mengerti. Bapak, Bapak bekerja di sebuah istana, dengan tugas mulia - menjadi pelayan bagi seluruh bangsa. Mungkin citra itulah yang seharusnya Bapak jaga: seorang pelayan, bukan penguasa. Begitu sulitkah untuk menjadi pelayan yang baik? Bangsa ini rumah kami, kami cuma berharap pelayan Bangsa ini bisa secara rutin membersihkan Bangsa ini dari segala bentuk kotoran dan tikus-tikus perusak. Bangsa ini memiliki segalanya, kami cuma berharap pelayan Bangsa ini tahu bagaimana mengolah segala sumber daya yang ada untuk kenyamanan dan kesejahtraan kita bersama. Bangsa ini sebuah bangsa besar dan kami cuma mengharapkan pelayan bangsa ini selalu mampu membawa hal tersebut kapanpun dan dimanapun ia berada, bukan kemudian hanya berkeluh kesah di mana-mana. Mungkin cuma itu harapan kami semua. Bapak, di sekitar kita begitu banyak manusia-manusia yang luar biasa. Mereka bekerja keras untuk membuat pekerjaan Bapak lebih mudah. Mereka melakukan itu semua tanpa fasilitas penunjang apapun dan sedikitpun mereka tidak pernah berkeluh kesah. Saya coba belajar dari mereka, mungkin ada baiknya jika Bapak bersedia bergabung bersama Saya. Bapak, kami tidak pernah mengerti apa yang Bapak keluhkan. Jika Bapak mengeluh karena banyak orang coba menjelekkan Bapak, lalu kenapa? Kita selalu memiliki pilihan dalam hidup kita dan pilihan kita adalah yang menentukan siapa diri kita. Kita bisa memilih untuk hidup berdasarkan pandangan orang atau tetap berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan segala tugas dan kewajiban kita. Adalah hak setiap orang untuk menilai Bapak. Tetapi Bapak sendirilah yang sesungguhnya bisa menentukan apakah penilaian mereka benar atau salah. Kami bisa membantu Bapak menunjukkan pada mereka semua bahwa mereka salah - tapi kami juga perlu sedikit bukti, bahwa Bapak benar-benar peduli. Bapak, Saya mohon maaf - bukan Saya bermaksud menggurui Bapak. Saya kadang merasa begitu geli dan gereget. Karena Saya yakin bahwa Bapak sebenarnya mampu menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Hanya kadang entah kenapa, Bapak terlihat ragu dan tidak pernah berani mengambil sebuah keputusan sendiri. Bapak, jaman dulu kala ketika seorang raja bingung - ia kadang menyediri, menyepi, bersemedi. Mungkin konsep yang sama bisa coba Bapak terapkan. Bapak bisa coba menyendiri - menjauhkan diri dari orang-orang yang selama ini selalu berada dekat dengan Bapak. Menyepi, coba menutup telinga dari ratusan bahkan ribuan saran yang tak berarti dan coba lebih mendengar suara hati Bapak sendiri. Bersemedi, melihat dan mengenal segalanya kemudian coba mendekatkan diri dan menyatu pada lingkungan sesungguhnya. Saya tidak berharap Bapak menyamar menjadi rakyat biasa dan hadir di warung kopi untuk mendengar keluhan rakyat semua. Tapi mungkin ada baiknya Bapak sedikit meluangkan waktu untuk berbicara langsung dari hati dengan kami (baca: ngetweet). Mungkin dengan melakukan itu semua, segala solusi atas segala permasalahan yang Bapak hadapi kini bisa muncul dengan sendiri. Bapak, apa yang kami tulis di sini hanyalah sedikit upaya kami berbagi. Jika memang ada sedikit manfaatnya, tentu kami bahagia. Jika ternyata tidak, tidaklah mengapa. Kami akan selalu berdoa untuk Bapak. Semoga Bapak bisa sehat dan bisa menyelesaikan segala tugas Bapak. Kami juga berdoa semoga ungkapan kami berikutnya tentang Bapak bisa lebih banyak berisi pujian dan doa, bukan lagi berisi keprihatinan belaka. Salam hangat, Dari kami yang duduk di sofa. Diambil dari: Sofaberdua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun