"Jangan ragu untuk membela petani". Inilah sebuah ungkapan bentuk keberpihakan. Sebagai warga bangsa, petani dan nelayan adalah komunitas yang membutuhkan perlindungan dan pembelaan dari siapa pun yang diberi amanah untuk menakhkodai bangsa dan negeri ini. Bukan saja mereka masih terekam dalam kondisi kehidupan yang memprihatinkan, namun dilihat dari posisioning nya dalam panggung pembangunan, ternyata mereka pun tampak masih terpinggirkan. Itu sebab nya, di negara agraris dan maritim seperti Indonesia, kita butuh kehadiran Presiden yang benar-benar pro petani dan nelayan.
"Presiden pro Petani", kini muncul menjadi ungkapan yang membahana, manakala terkesan para petani dan nelayan makin terpuruk kehidupan nya. Kebijakan pembangunan yang "pro growth" malah melahirkan ketimpangan yang makin tinggi diantara penikmat dengan korban pembangunan. Secara akademik, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin besar nya indeks Gini yang sejati nya menggambarkan ketidak-merataan dalam kehidupan. Di satu sisi ada segolongan kecil masyarakat yang tampak sedang merasakan indah nya pembangunan, namun di sisi lain, kita tengok pula ada sebagian besar warga bangsa yang suasana kehidupan nya masih sangat mengenaskan. Dua kondisi kehidupan yang secara kasat mata dapat kita cermati dengan seksama.
Semangat untuk melakukan perlindungan dan pembelaan petani, dari sisi regulasi sendiri, boleh lah dikatakan telat. Sejak Indonesia merdeka sekitar 68 tahun silam, baru beberapa tahun belakangan ini saja ada kehendak politik untuk melahirkan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Ini pun seperti yang "setengah hati". Pembahasan yang alot dan bertele-tele, terkesan muncul dalam dialog antara Pemerintah dengan Pansus DPR. Soal Bank Pertanian misal nya, Pemerintah menganggap hal tersebut tidak perlu dijadikan salah satu substansi Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, karena dinilai akan bertabrakan dengan UU Perbankan yang selama ini ada. Lalu, tawaran solusi semacam apa yang dapat menjawab kebutuhan petani guna membiayai usahatani yang digarap nya ?
Inilah sebetul nya yang masih kita tunggu jawaban nya setelah UU NO. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ditetapkan. Regulasi yang sejati nya melakukan perlindungan dan pembelaan petani, selyak nya tidak perlu dipolitisasi. Kata kunci nya adalah adakah keseriusan dan komitmen untuk melindungi dan membela petani. Jika ada, segera tunjukan keberpihakan. Buktikan lewat Undang Undang dan turunan regulasi lain nya bahwa Pemerintah benar-benar serius ingin memartabatkan petani. Berbagai kebijakan yang selama ini ditengarai tidak pro petani, sudah seharus nya ditendang jauh-jauh, dan digantikan dengan kebijakan baru yang spirit nya mencintai petani. Semangat ini akan terwujud, sekira nya payung hukum yang disiapkan, betul-betul pro petani.
Semakin nyaring nya suara-suara yang memperlihatkan keberpihakan terhadap petani dan nelayan, juga buruh, semesti nya mampu disikapi secara arif oleh para pengambil kebijakan di negeri ini. Masyarakat tentu akan memberi tepuk tangan yang meriah, andaikan selain Presiden Sby terekam sibuk mengurusi Partai Demokrat, juga sangat sungguh-sungguh dalam melakukan perlindungan dan pembelaan petani. Sayang, harapan ini masih belum dapat diwujudkan. Sby sendiri dalam beberapa minggu belakangan ini, terekam sangat sibuk mengurusi prahara politik yang menyergap partai yang didirikan nya itu sendiri. Boro-boro serius membela petani, mencari solusi dalam rangka menyelematkan partai nya sendiri, Presiden Sby malah terkesan cukup kerepotan.
Ukuran Presiden pro petani, jelas tidak hanya diukur oleh kompetensi akademik yang disandang nya. Seorang doktor yang menekuni bidang pertanian misal nya, belum tentu akan lebih hebat dalam hal kecintaan nya terhadap petani dibandingkan dengan orang yang sama sekali tidak pernah kuliah formal di Fakultas Pertanian. Oleh karena itu, jika ada orang yang membandingkan mana yang lebih "pro petani" antara Pak Harto dan Pak Sby, maka jawaban nya tentu dapat macam-macam tergantung dari sisi mana memandang nya dan dari pasukan mana diri nya berasak. Hanya, bila Pak Harto dinilai lebih nyata dalam membangun komunikasi dengan petani, mesti nya Pak Sby harus lebih hebat dari Pak Harto. Lalu, bagaimana dengan Prabowo Subianto ? Rasa nya Capres dari Partai Gerindra ini akan lebih "pro petani" dibanding Presiden pendahulu nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H