Mohon tunggu...
Entang Sastraadmadja
Entang Sastraadmadja Mohon Tunggu... -

Mantan anggota DPR RI era Orde Baru | Anggota Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prabowo yang Pro Desa

2 April 2014   02:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:12 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih tanda tanya nya "penetapan" besaran tentang berapa alokasi anggaran pembangunan per desa per tahun sebagaimana yang diamanatkan Undang Undang tentang Desa, bukan berarti para pengusung Undang Undang tentang Desa ini lantas berleha-leha. Namun, seiring dengan semangat yang menyertai nya, mereka perlu terus bergerak, tetap bergerilya dan tak pernah lelah untuk mengingatkan Pemerintah akan penting nya segera diatur regulasi turunan nya setingkat Peraturan Pemerintah.

Di tengah-tengah kehidupan bangsa yang semakin sofistikasi, rupa nya muncul sikap dari sebagian masyarakat untuk menghargai nilai-nilai kehidupan yang alami dan lingkungan yang asri. Dari sekian banyak pilihan yang dapat dilakoni, upaya "mengemas desa" merupakan alternatif yang kini banyak ditempuh. Orang-orang mulai merindukan kembali suasana pedesaan yang penuh dengan kedamaian. Orang pun mulai menyadari bahwa hiruk pikuk dan keramaian metropolitan, benar-benar sangat membosankan.

Akibat nya wajar jika dalam beberapa tahun belakangan ini, kita saksikan betapa banyak nya kreativitas yang dilakukan oleh berbagai kalangan dalam melakukan pengemasan terhadap desa ini. Salah satu nya adalah apa yang dapat kita rasakan di daerah wisata Kampung Sampireun yang terletak di Garut, Jawa Barat. Di lokasi ini kita dapat nikmati kesegaran udara yang bebas dari kebul knalpot mobil atau motor. Pengemasan lokasi yang bercirikan rumah panggung di atas kolam, lengkap dengan ikan-ikan yang dibiarkan hidup bebas, menyebabkan suasana keasrian pun semakin kuat dalam pesona alam raya.

Mengemas desa untuk dijadikan konsumsi orang kota, boleh jadi merupakan peluang bisnis yang dapat dijadikan opsi. Warga kota kelihatan nya butuh sebuah suasana yang berbeda dengan kondisi keseharian nya. Mereka butuh aura baru yang tentu saja dapat membantu nya dari kungkungan beton-beton yang melingkupi tempat kerja sehari-hari nya. Mereka pasti ingin merasakan bagaimana semilir nya angin pegunungan yang dingin. Mereka tentu ingin mendengar lagi kicau-kicau burung yang sempat dialami ketika masa kecil nya. Fenomena Kampung Sampireun di Garut, Jawa Barat atau daerah wisata lain nya, adalah bukti nyata bahwa kita mampu mengemas nya dan menjadi serbuan warga kota guna mengisi waktu liburan nya.

Mengemas desa agar benar-benar layak untuk menjadi konsumsi warga kota, tentu bakal membutuhkan sentuhan khusus dari mereka yang akan melakoni nya. Masalah nya pasti bukan hanya sekedar mengedepankan sisi bisnis semata, namun yang lebih penting lagi adalah sampai sejauh mana kita mampu menciptakan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri pedesaan itu sendiri. Disini, kehadiran mereka yang mengerti dan memahami budaya lokal perdesaan lengkap dengan kearifan lokal nya menjadi sangat penting. Mereka diharapkan mampu menciaptakan suasana agar nuansa perdesaan nya betul-betul tercermin dalam penataan fisik yang dilakukan nya.

Setiap proses transformasi struktural cenderung bakal membawa perubahan. Kalau saja kita tidak pinter-pinter menyikapi perubahan itu, boleh jadi kita dapat tergulung oleh perubahan tersebut sekaligus juga meminggirkan nilai-nilai budaya lokal yang selama ini kita miliki. Oleh karena itu, langkah untuk mengemas desa agar tetap mampu memperlihatkan nilai-nilai keasrian yang melekat di dalam kehidupan masyarakat nya, pada hakekat nya merupakan langkah yang positip untuk dikembangkan. Justru yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah hal-hal yang demikian dijadikan prioritas oleh Pemerintah ? Atau belum, dimana Pemerintah sendiri malah tidak memikirkan hal yang demikian ? Nah, jika kalimat yang terakhir jawaban nya, maka betapa sedih nya kita semua. Semoga tidak begitu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun