Tidak terasa, perjalanan waktu yang begitu cepat, menyebabkan hitungan tahun terasa menjadi bulan. Hitungan bulan menjadi minggu. Lalu minggu pun menjadi hari. Hari menjadi jam, bahkan detik. Itulah suasana yang tengah kita jalani dan harus dihadapi dengan penuh perenungan. 9 April 2014 telah dipatok sebagai Hari "H" pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dan beberapa bulan berikut nya kita akan melaksanakan Pemilihan Presiden periode 2014 - 2019.
Lazim nya penyelenggaraan "pesta demokrasi", maka sejak beberapa waktu lalu, persiapan ke arah hari "H" nya itu tampak telah berjalan dengan baik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilihan Umum, terlihat sudah sangat serius menetapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan Pemilu yang baik dan bertanggungjawab.
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif atau Pemilihan Umum Presiden yang berkualitas, tentu saja bakal dipengarungi oleh banyak persyaratan. Mulai dari Sistem Penyelenggaraan hingga kepada peran-serta aktif masyarakat dalam mendukung pelaksanaan nya. Artinya, sekali pun sistem dan kelembagaan Pemilihan Umum nya telah dirancang dan disiapkan dengan baik, namun tatkala hari pencoblosan dilakukan ternyata hanya 40 % masyarakat yang mau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), maka sangat keliru jika kita katakan penyelenggaraan Pemilu tersebut berhasil.
Ini penting bagi kita, karena dalam bacaan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, yang nama nya "partisipasi politik" rakyat dalam Pemilu pada dasarnya akan dijadikan ukuran untuk menilai sukses atau tidak nya sebuah pelaksanaan Pemilihan Umum dilaksanakan. Ada nya penurunan jumlah peran-serta rakyat dalam setiap pelaksanaan Pemilu di era reformasi, sepantas nya mampu mengajak kepada kita untuk mencari akar permasalahaan nya sekalian juga dengan solusi cerdas nya.
Pemilihan Umum, baik Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden yang selama ini dilaksanakan, tidak salah kalau sering disebut sebagai "muara" dari pendidikan politik rakyat. Walau lebih mengemuka sebagai "hak politik" rakyat, pelaksanaan Pemilu akan menentukan sampai sejauh mana keinginan dan kebutuhan rakyat dapat disalurkan kepada Partai Politik atau Presiden yang dipilih nya. Resiko politik dari sistem demokrasi yang kita anut, setiap satu suara dalam Pemilu akan menentukan sampai sejauh mana aspirasi rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam kebijakan dan strategi yang disusun oleh pemenang Pemilu itu sendiri.
Justru yang sering dipertanyakan adalah sampai sejauh mana keseriusan Partai Politik dalam menyelenggarakan pendidikan politik nya, baik untuk para kader dan anggota nya atau pun bagi masyarakat secara umum. Hal ini perlu dicamkan, karena kalau saja penddikan politik berjalan dengan baik, maka pada hari pencoblosan nanti, kedatangan rakyat ke TPS, betul-betul merupakan kerelaan untuk menyemarakan pesta demokrasi, dan bukan sebuah keterpaksaan yang harus dilakukan nya.
Pendidikan politik inilah yang akan menentukan sampai sejauh mana kesadaran politik rakyat dapat meningkat. Selama pendidikan politik tidak ditempuh dengan sungguh-sungguh, jangan pernah bermimpi bahwa kesadaran politik rakyat juga bakal meningkat. Masalah nya semua orang tahu persis, yang nama nya kiprah Partai Politik di negeri ini, boro-boro menyiapkan pendidikan politik yang berkualitas bagi rakyat, untuk mengatur "rumah tangga" Partai Politik nya sendiri, terekam masih banyak hal yang perlu digarap nya.
Bila suasana ini dibiarkan seperti sekarang, jangan harap kita akan menemukan penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas dan bermartabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H