Mohon tunggu...
enruachmadalfariel
enruachmadalfariel Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Imunitas Kedaulatan Negara: Pilar Utama Perlindungan Negara di Pentas Internasional

1 Desember 2024   23:33 Diperbarui: 1 Desember 2024   23:38 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Imunitas kedaulatan negara adalah prinsip hukum internasional yang menegaskan bahwa negara memiliki kekebalan atau perlindungan dari yurisdiksi pengadilan negara lain. Prinsip ini berakar pada konsep kedaulatan negara, yang menyatakan bahwa setiap negara berhak atas kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya tanpa campur tangan dari negara lain. Imunitas kedaulatan negara tidak hanya mencakup tindakan negara dalam ranah diplomatik dan politik, tetapi juga dalam kegiatan yang lebih teknis, seperti perdagangan dan kontrak internasional. Imunitas kedaulatan negara merupakan prinsip fundamental dalam hukum internasional yang memberikan kekebalan bagi negara dari intervensi atau yurisdiksi pengadilan negara lain. Prinsip ini berakar pada konsep kedaulatan negara, yang menyatakan bahwa negara memiliki hak penuh untuk mengatur urusan dalam negerinya tanpa campur tangan dari pihak luar. Imunitas kedaulatan negara bukan hanya melindungi kedaulatan negara itu sendiri, tetapi juga berfungsi sebagai jaminan bagi terciptanya hubungan internasional yang stabil dan damai. Imunitas kedaulatan negara diatur oleh hukum internasional sebagai bagian dari prinsip dasar yang melindungi kedaulatan dan kebebasan negara untuk mengelola urusannya. Prinsip ini dilindungi oleh berbagai konvensi internasional, salah satunya adalah Konvensi PBB tentang Imunitas Negara (United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property), yang mulai berlaku pada tahun 2004. Konvensi ini memberikan pedoman bagi negara-negara untuk menentukan sejauh mana kekebalan negara diterapkan di luar negeri.

Meskipun imunitas kedaulatan negara diakui secara luas, penerapannya sering kali menjadi masalah kontroversial, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan tindakan negara yang melanggar hukum internasional, seperti pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan perang. Ketika negara melakukan pelanggaran serius terhadap hukum internasional, sering kali imunitas negara diuji, dan negara tersebut dapat dipertanggungjawabkan meskipun prinsip imunitas kedaulatan tetap dihormati. Beberapa kasus internasional yang terkenal telah menguji batasan prinsip imunitas kedaulatan negara. Salah satu kasus penting adalah The United States v. Iran setelah Revolusi Iran pada tahun 1979, di mana pengadilan Amerika Serikat memutuskan untuk tidak memberikan imunitas kepada Iran atas tindakan yang dilakukan terhadap warga negara AS, yang dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional. Keputusan ini mengundang banyak perdebatan mengenai bagaimana imunitas kedaulatan negara harus diterapkan, terutama dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu, dalam kasus Pinochet v. The United Kingdom (1998), pengadilan Inggris memutuskan bahwa mantan diktator Chili, Augusto Pinochet, tidak dapat menikmati imunitas kedaulatan negara atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, seperti penyiksaan dan pembunuhan. Kasus ini menjadi titik balik dalam penerapan imunitas negara, karena menunjukkan bahwa tindakan yang melanggar hak asasi manusia dapat membatasi penerapan imunitas.

Salah satu isu yang terus berkembang dalam diskursus imunitas kedaulatan negara adalah bagaimana prinsip ini berinteraksi dengan hukum internasional yang lebih tinggi, khususnya terkait dengan hak asasi manusia. Dalam konteks pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, seperti kejahatan perang, genosida, atau penyiksaan, semakin banyak negara dan badan internasional yang berpendapat bahwa imunitas kedaulatan negara tidak dapat digunakan sebagai pembelaan. Misalnya, Konvensi Roma 1998, yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), memungkinkan individu—termasuk kepala negara—untuk diadili atas pelanggaran serius terhadap hukum internasional, meskipun mereka bertindak atas nama negara. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip imunitas kedaulatan negara bisa dibatasi oleh hukum internasional yang lebih tinggi, terutama jika tindakan yang dilakukan merugikan umat manusia.

Imunitas kedaulatan negara tetap menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kedaulatan dan stabilitas hubungan antarnegara di dunia. Meskipun prinsip ini memberikan perlindungan terhadap negara dari intervensi luar, penerapannya tidak bersifat absolut, terutama ketika berhubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan internasional. Dengan perkembangan hukum internasional, terutama yang menyangkut pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional, prinsip imunitas ini akan terus diperbaharui untuk menyeimbangkan antara perlindungan terhadap kedaulatan negara dan tanggung jawab global dalam menegakkan hukum internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun