Kesetaraan gender merupakan sebuah isu global yang selalu dibicarakan. Hal ini karena banyaknya isu perempuan yang sangat kompleks dan masih terjadinya ketidakadilan terhadap perempuan di berbagai tempat. Â Dilihat dari definisinya, gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.Â
Definisi ini menggambarkan bahwa gender adalah sifat atau karakter maskulin dan feminin dimana keduanya dapat muncul baik pada laki-laki maupun perempuan. Artinya, seorang laki-laki tidak semata-mata identik dengan salah satu karakter yaitu maskulin, namun juga memiliki karakter feminin dalam dirinya.Â
Selain itu, definisi tersebut juga menegaskan bahwa gender adalah suatu produk dari konstruksi sosial budaya. Hal ini berarti konsepsi tentang gender dapat berbeda antar kelompok masyarakat dan berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Studi gender dalam hubungan internasional sebagai proses, dimulai pada perang dunia. Yang dimana bisa dilihat perumpuan lebih sering untuk di rumah, atau menjadi dokter maupun perawat. Sedangkan pria selalu diutamakan dalam kegiatan perang, berpolitik dan sebagainya. Itulah yang membuat wanita dipandang tidak setara dengan kaum pria. Â
Namun pada perkembangannya, memahami persoalan ketidakadilan gender tidak lagi cukup hanya dengan konsep gender yang sifatnya dikotomis yaitu hanya melihat perbedaan laki-laki dan perempuan. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa konsepsi gender sebagai suatu "perbedaan" antara laki-laki dan perempuan seakan-akan melihat bahwa ketidaksetaraan dan ketidakadilan terjadi hanya pada satu jenis laki-laki dan satu jenis perempuan. Maksudnya adalah konsep tersebut mengarah pada generalisasi akan karakteristik laki-laki dan perempuan serta tidak melihat keterkaitan atau relasi antara keduanya.
J Ann Tickner pada  Salah satu artikel jurnal terkenal yaitu "You Just Don't Understand", yang mengkritik analisa genderisasi dalam poitik internasional yang dicirikan dengan watak manliness--ketangguhan, keperkasaan, kemandirian, kekuasaan--yang membentuk maskulinitas hegemonik. Dalam hal itu, marginalisasi perempuan melalui stereotip gender yang begitu kentara dan terasa telah menyababkan politik internasional menjadi domain laki-laki. Â
Kemudian juga pada satu tulisan terpenting dalam HI feminis adalah Bananas, Beaches and Bases karya Cynthia Enloe (Pandora Press 1990). Buku ini menyebutkan berbagai peran yang dimainkan wanita dalam politik internasional, misalnya pekerja perkebunan, istri diplomat, pekerja seks di pangkalan militer, dll. Poin utama dari buku tersebut adalah bagaimana seseorang bisa mempertimbangkan kembali asumsi pribadinya mengenai definisi politik internasional dari sudut pandang wanita.
Teori feminism merupakan gerakan kaum perempuan yang menuntut adanya persamaan hak dan keadilan dengan laki-laki. Istilah feminism diberikan untuk karya-karya para peneliti yang berusaha mengangkat permasalahan gender ke studi akademik politik internasional. Feminisme dalam HI mengakritik pendekatan dalam teori Realisme yang dianggap terlalu maskulin.
Hal itulah yang menjadikan isu gender sangat penting dibicarakan sampai saat ini, karena kita harus mendukung gerakan hak-hak perempuan yang kuat, independen, untuk menghapuskan kekerasan terhadap anak perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H