Mohon tunggu...
Humaniora

Revitalisasi Bahasa Ponosakan di Sulawesi Utara

22 November 2016   11:54 Diperbarui: 22 November 2016   12:03 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Revitalisasi bahasa daerah merupakan bagian dari upaya penyelamatan sebuah bahasa yang hampir punah. Di Sulawesi Utara, beberapa bahasa daerah tercatat sudah berada pada daya hidup bahasa yang terancam punah. Menurut data dari situs DPD RI Manado yang merujuk pada data penelitian Balai Bahasa Sulawesi Utara, menyatakan bahwa dari 14 bahasa daerah yang ada di Sulawesi Utara, yakni bahasa Melayu Manado, bahasa Kaidipang, bahasa Bintauan, bahasa Mongondow, bahasa Sangihe, bahasa Toutemboan, bahasa Tonsawang, bahasa Pasan, bahasa Ponosakan, dan bahasa Bantik, beberapa diataranya diambang kepunahan, terutama bahasa Ponosakan.

Bahasa Ponosakan adalah bahasa yang dituturkan oleh suku ponosakan di Desa Tababo, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara. Pada awalnya bahasa ini dituturkan di satu kecamatan Belang yang terdiri dari beberapa desa. Namun, berjalannya waktu, bahasa Ponosakan kini hanya  digunakan oleh masyarakat di satu desa saja, yaitu Desa Tababo. Penggunaan bahasa Ponosakan di Desa Tababo pun sudah mengalami keterancaman. Artinya, penutur bahasa ini hanya berusia sekitar 40 tahun ke atas, sedangkan anak-anak sudah tidak lagi menguasai bahasa Ponosakan, baik secara aktif maupun pasif.

Perjalanan menuju desa Tababo dilalui dengan perjalanan darat dan jarak tempuh sekitar 140 km dari kota Manado atau sekitar 3 jam perjalanan normal. Jalan menuju desa ini melewati beberapa daerah Tomohon, Tompaso, dan Ratahan. Jalan tersebut berkelok-kelok karena menyusuri bukit-bukit. Desa Tababo di Kecamatan Belang berada pada wilayah pesisir pantai. Pada masa lalu, masyarakat di desa ini mempunyai salah satu mata pencaharian berburu. Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan, kegiatan berburu sudah semakin hilang. Hingga kini mata pencaharian tetap masyarakat Tababo ini adalah bertani, berkebun, dan mencari ikan atau nelayan. Cengkeh adalah salah satu hasil kebun yang dimiliki masyarakat Ponosakan, selain kelapa dan pisang.

AKSI REVITALISASI

Kegiatan revitalisasi ini terdiri atas tiga tahap.Tahap pertama, tim revitalisasi melakukan survei dan koordinasi pada 30 Mei—5 Juni 2016. Di dalam survei dan koordinasi, tim menyebarkan pretest atau tes awal berupa kuis untuk mengetahui tingkat kemampuan masyarakat penutur bahasa Ponosakan. Selain itu, adanya kesadaran positif dari penutur bahasa Ponosakan terhadap bahasanya dapat menjadi langkah awal yang baik untuk kegiatan revitalisasi. 

Tahap kedua adalah pembelajaran bahasa Ponosakan yang dilakukan pada tanggal 21—27 Agustus 2016. Pembelajaran bahasa Ponosakan berbasis keluarga dianggap lebih efektif karena keluarga adalah basis pembelajaran sebuah bahasa. Jika di dalam keluarga sudah tidak lagi menggunakan bahasa ini, anak-anak cenderung tidak fasih berbahasa tersebut. Dalam pembelajaran bahasa Ponosakan, sebuah bahan ajar diberikan sebagai acuan orang tua untuk membelajarkan bahasa kepada anak-anak. Selain bahan ajar, orang tua juga diharapkan sering berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Ponosakan sehingga keingintahuan anak tentang kosakata bahasa daerah yang didengar cenderung meningkat. Dengan demikian, kosakata bahasa daerah yang dipelajari sang anak berkembang setiap harinya. 

Pada tahap ketiga, tim revitalisasi melakukan festival dan pemantauan, serta evaluasi bahasa Ponosakan. Festival bahasa Ponosakan ini dilakukan pada tanggal 2—8 November 2016 di Balai Desa Tababo. Festival ini memperlihatkan kemampuan beberapa keluarga dalam berkomunikasi dengan bahasa Ponosakan. Kemampuan berbahasa ini tidak hanya melalui percakapan sederhana sesuai aktivitas keseharian masyarakat, tetapi juga berdongeng, bercerita, dan bernyanyi dalam bahasa Ponosakan. Adanya festival ini dipantau oleh tim guna melakukan evaluasi untuk tindak lanjut kegiatan revitalisasi, misalnya mengevaluasi apakah para peserta revitalisasi/penutur bahasa Ponosakan ini semakin meningkat, atau teknik dan strategi pembelajaran seperti apa yang lebih efektif untuk meningkatkan jumlah penutur bahasa Ponosakan.

Selain respon positif dari masyarakat penutur bahasa itu sendiri, upaya revitalisasi ini tentu saja tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya peran pemerintah. Kepala Dinas Pariwisata, Drs. Deston Katiandago, S.H. M.M. M.A.P menyatakan akan mengajak masyarakat penutur bahasa daerah di kabupaten Minahasa Tenggara untuk memberlakukan satu hari penggunaan bahasa daerah. yang disebutnya sebagai ‘Hari Bahasa Daerah’ dalam satu minggu. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya berhenti pada satu tahun, tetapi tetap ditindak lanjuti di kemudian hari agar upaya penyelamatan bahasa daerah tetap berjalan dan mengurangi jumlah bahasa daerah yang hampir punah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun