Mohon tunggu...
Eno L
Eno L Mohon Tunggu... Freelancer - Profil

Seorang manusia yang tengah memanusiakan dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salah Siapa?

11 Desember 2018   17:12 Diperbarui: 11 Desember 2018   17:18 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru saja kemarin, kamu memuji-muji semangkuk mie ayam yang disantap olehmu malam itu. Katamu, mie ayam ini seperti pelipur lara di tengah tumpukan pekerjaan yang mencekat nafasmu tiap harinya. Lalu, hari ini kamu mencaci mie ayam itu bukan main. Teriakmu, mie ayam itulah yang menjadi penyebab berat badanmu naik hari ini. Kamu langsung menjadi kalut karena kenaikan itu semakin membuatmu sulit bergerak, malas-malasan, dan terlebih lagi semakin membuat bentuk tubuhmu jelek, menurutmu.

Di lain hari, pernah dirimu tersenyum puas saat menggunakan pisau yang dibeli di salah satu supermarket. Ujarmu, pisau tersebut memiliki kualitas yang baik hingga membuatmu mudah dalam memotong berbagai jenis daging yang dibeli. Namun, tak lama sejak itu, tanganmu pernah dibuat berdarah oleh pisau itu. Di saat itu juga, kamu memarahi pisau itu selayaknya korban copet memarahi pencopet yang tertangkap. Setelahnya, kamu tak lagi memakai pisau itu dan kembali pada pisau tumpul yang sebelumnya kamu gunakan dengan susah payah.

Politik pun dulu juga pernah kau puji-puji. Terangmu, politik bisa membuat banyak orang berbahagia. Dengan politik lah, masyarakat bisa diatur menjadi sebaik-baiknya masyarakat yang sejahtera, berbudi luhur, dan rasional. Kini, dengan banyaknya pemberitaan di layar televisi, kamu menghujat habis-habisan politik. Sikapmu kini semakin apatis dengan politik, begitu sinis terhadap tiap politisi tak pandang siapapun itu.

Kini, sore-sore di beranda rumah, kamu hanya duduk termenung dengan tatapan kosong. Batinmu teralu lelah dengan semuanya. Dinamika kehidupan membawamu hingga mencapai titik di mana kamu sudah tidak peduli dan putus asa dengan segalanya. Jika kamu ingat-ingat lagi, sepanjang dua puluh lima tahun hidupmu, lebih banyak dihabiskan dengan mengeluh sepanjang saat.

Kedua mata cokelat kopi-mu itu hanya melihat satu sisi dari segala realitas yang kamu temui. Pikiranmu terus-menerus memproduksi penilaian demi penilaian negatif akan tiap hal yang kamu alami. Melihatmu begini aku juga lelah sendiri.

Ku tepuk-tepuk bahumu sambil berkata, "Semua hal di dunia ini punya berbagai sisi. Semua hal bisa menjadi hal yang bermanfaat sekaligus merugikan. Itu semua tergantung kita, mau dibuat seperti apa. Apakah menjadi hal yang bermanfaat atau merugikan. Kita selalu punya pilihan. Sama halnya dengan mie ayam yang kamu makan kemarin, mie ayam itu kan bisa mengeyangkan, bermanfaat buat asupan tubuhmu. Tapi, kalau kamu memakannya malam-malam tanpa dibarengi olahraga, ditambah lagi kondisi badanmu yang tidak cocok, ya jadi lah mie ayam itu merugikan. Coba kamu makan di saat badanmu sedang baik-baik saja, dengan diiringi pola hidup yang sehat seperti olahraga, kejadian seperti ini tidak akan terjadi".

Kamu menatapku sebal setelah tahu bahwa dari perkataanku yang salah bukan mie ayam melainkan dirimu sendiri, dan aku hanya tertawa karena tiba-tiba menjadi sosok yang sangat menggurui.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun