Joki karya ilmiah bukan berita baru. Sejak puluhan tahun lalu, praktek perjokian ilmiah ini tumbuh subur di Indonesia.
Beberapa tahun lalu, seorang kawan lama bercerita ketika lulus S1 sebuah kampus cukup terkenal di Jakarta dan masih dalam tahap nganggur, pekerjaannya adalah joki ilmiah alias pembuat skripsi untuk mahasiswa S1.
Siapa segmen pasarnya? Awalnya tentu teman-temannya sendiri yang ingin juga cepat lulus tapi tak memiliki kemauan dan kemampuan membuat skripsi di bidang ekonomi.
Namun pada akhirnya, pelanggannya bukan hanya teman-teman dekat saja. Dari mulut ke mulut, kawan ini akhirnya juga memiliki klien dari kampus lain. Saat itu biaya pembuatan untuk satu skripsi sekitar Rp 5 juta saja, sudah termasuk semacam bimbingan ketika akan sidang skripsi.
Walau cukup menjanjikan kawan saya ini akhirnya berhenti bekerja di bidang jasa perjokian ilmiah. Apalagi dia sudah mendapatkan pekerjaan tetap dengan gaji yang bagus.
Seorang kenalan lain yang segera ingin menyelesaikan skripsi S1-nya, segera mencari juga jasa pembuatan skripsi yang memang sudah  bukan rahasia umum di kalangan teman-teman mahasiswanya. Sang pembuat skripsi ini, konon juga perprofesi sebagai dosen muda tidak tetap di sebuah kampus.
Persyaratan sudah dipenuhi, salah satunya membayar di muka semua biaya pembuatan skripsi dengan janji 3 bulan selesai. Biayanya juga Rp 5 juta.
Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, begitu kata pepatah lawas. Â Sebulan setelah deal pembuatan skripsi, Bapak yang mengaku dosen itu meninggal dunia. Kenalan saya ini hanya bisa gigit jari karena tak bisa menuntut kemana-mana atas uang yang sudah dibayarkan tapi skripsinya juga nggak selesai .
Praktek perjokian karya ilmiah, memang sudah sangat umum. Apalagi buat pekerja kantoran yang juga berkuliah S2 demi peningkatan karir, jasa joki karya ilmiah sangat mereka perlukan dan dianggap membantu. Selain  lebih praktik, mereka mengaku tak ada waktu untuk menulis dan riset, karena sudah lelah bekerja. Apalagi tugas akhir seperti tesis dengan penelitian yang tentu cukup rumit.
Namun dari segi ilmu, mereka mengaku cukup menyerap ilmu yang diajarkan di bangku kuliah kok. Apalagi bagi mereka yang rajin mengikuti perkuliahan. Tapi untuk membuat semacam tesis memang butuh waktu dan energi tersendiri.