Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Mahasiswa Pascasarjana HES UIN Antasari , Writerpreneur, Social Worker, --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arti Sukses dan "Mencetak" Anak di Masa Depan

23 Juli 2022   21:03 Diperbarui: 24 Juli 2022   18:03 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mencetak pribadi anak sukses (foto:kompas.com)

Pribadi ibarat mobil. Dia tidak bisa berjalan jika mesin-mesinnya tidak bagus (Buya Hamka)

Anak yang sukses, tentu keinginan besar hampir semua orang tua. Namun ternyata, anak sebaiknya tak sekedar sukses tapi yang jauh lebih penting, anak menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi sekitar.

Postingan seorang kawan di sebuah media sosial beberapa hari lalu menarik perhatian saya.

Teman ini berkisah,saat ini banyak sekali orang tua saat ini yang hanya fokus membuat anaknya kelak menjadi orang sukses. Sukses secara materi -- bergaji puluhan juta,rumah mewah,mobil mewah dan indikator lain tentang kesuksesan.

Tetapi mereka lupa mempersiapkan anak-anak menjadi pribadi yang baik. Apa itu pribadi yang baik? Menurut Buya Hamka, pribadi itu ibarat sebuah mobil. Tidak bisa berjalan jika mesin-mesinnya tidak bagus.

Mesin disini tentu saja bukan sekedar ilmu tetapi juga pribadi yang baik, santun, sopan dan ujung-ujungnya  pribadi yang mempunyai manfaat.  

Saat ini, orang tua hanya sebatas ingin anaknya sukses, pendidikan tinggi, pekerjaan bagus, harta tak kekurangan, tapi ternyata anaknya abai akan adab, akhlaq bahkan lupa berbakti kepada orang tua.

Seorang kawan berkisah, orang tuanya memiliki 4 anak. Salah satu anaknya tinggal sekeluarga bersama orang tuanya. Sang ibu saat ini sedang sakit.

Sayangnya, saudara-saudaranya abai memperhatikan orang tua. Bahkan datang hanya sebentar saat lebaran, padahal saat ini, dari kotanya ke kampung tak begitu jauh. Bahkan bisa dikatakan, pura-pura lupa saat orang tua membutuhkan dan malas pulang ke rumah ketika orang tuanya sakit.

Apakah anak ini kurang pendidikan? Tentu tidak. Bahkan kata teman saya, dulunya sang ibu rela menjual sepetak tanahnya demi membiayai anak pertamanya kuliah dan sampai sukses menjadi abdi negara seperti saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun