Kadang kala orangtua dan anak punya pilihan yang berbeda soal sekolah selanjutnya yang akan dipilih.Â
Anak memilih sekolah A, sementara orangtua inginnya sekolah C atau D. Selain soal keterbukaan, sudah saatnya orangtua mempertimbangkan aspirasi anak.
Sebut saja Diva (18 tahun) yang memilih jurusan desain komunikasi visual saat SBMPTN tahun ini, atau bila tak juga tak lulus, ingin ikut jalur mandiri. Namun keinginannya berbeda sama kedua orangtuanya yang sejak lama mendorong sang anak untuk memilih fakultas ekonomi dan bisnis saja.
Desain komunikasi visual memang tak terlalu akrab di telinga kedua orangtuanya. Mereka bisa dikatakan generasi "old" yag dulu barangkali pilihan jurusan kuliahnya masih terbatas.Â
Sementara Diva, sudah mempelajari secara jelas akan ke mana kelak dia bisa melangkah dalam pekerjaan bila kuliah di jurusan DKV ini.
Pengalaman yang juga mirip dialami Erwin. Kedua orangtua ingin sekali memasukkan dirinya ke SMK Pelayaran yang bersekolah selama 4 tahun. Sekolahnya berasrama pula dan katanya cepat mendapat pekerjaan.
Sementara Erwin, sejak awal SMP merasa menyukai isu-isu yang berkaitan dengan masalah hukum.Â
Makanya, sejak lama dia bercita-cita kelak masuk di Fakultas Hukum bila kuliah. Makanya ingin melanjutkan ke SMA, bukan SMK apalagi SMK pelayaran.
Permasalahan perbedaan pandangan soal masa depan sekolah anak memang menjadi masalah sehari-hari yang biasa dihadapi para orangtua, khususnya ketika anak-anak sudah besar.Â