Tentunya, kami tidak ingin datang hanya sekedar untuk makan, minum dan silaturahmi memenuhi undangan saja. Namun, kami ingin memberikan yang lebih, yaitu doa dan dzikir yang dihadiahkan khusus untuk Shohibul hajat sehingga kehadiran kami bisa membawa berkah untuk semua. AMIN.
Entah doa siapa yang akan langsung menembus langit.
Setelah itu, kami pun berpamitan untuk kembali ke sekolah, melanjutkan amanah kami sebagai guru.
Eiiiiitttttsss !!!
Tunggu dulu, belum selese. Ada hal menarik dari kisah siang tadi.
Ini kisahnya 👇
Setelah saya mengambil hidangan dari meja prasmanan, saya langsung menuju tempat yang telah disediakan, sebuah ruang tamu milik tetangga Shohibul hajat yang saya ceritain tadi di atas ☝️
saat melewati sebuah ruang terbuka, katakan saja aula kecil yang bersebelahan dengan rumah yang saya tempati bersama rekan-rekan guru.
Saat saya melewati tempat tersebut, saya kebetulan melihat ke arah sana dan tiga orang sedang duduk berjejer yang sepertinya baru saja selese menyantap makanan di piringnya. Saya sangat mengenal ketiga orang tersebut. Saat pandangan saya mengarah ke sana, saya beradu pandang dengan mereka.
Astaghfirullah atau Ma syaa Allah mungkin kata yang tepat untuk mengungkapkannya. Karena saat kami beradu pandang, ia langsung memalingkan wajahnya sekian derajat padahal saya baru saja ingin menyapa dengan senyuman.
Yang lebih lucu lagi, saya berteriak memanggil nama salah satu dari mereka kurang lebih dua kali panggilan tapi lagi-lagi Ma Syaa Allah, apalagi menyahut, menoleh pun tidak.