[caption id="attachment_398888" align="aligncenter" width="600" caption="Bandara Filipina/Kompas.com"][/caption]
Tenaga kerja Filipina yang mencari nafkah di luar negeri disebut Balikbayan atau OFW/Overseas Filipino Workers. Sebagai salah satu negara pengekspor tenaga kerja terbesar di dunia, dengan jumlah berkisar antara 10 – 12 juta orang (+/- 10% dari total penduduk), maka sangatlah biasa kalau dalam suatu keluarga, ada anggota keluarga dekat atau jauh yang bekerja atau pernah bekerja di luar negeri.
Tahun 2014 yl, tercatat pemasukan sebesar USD 24,30 milyar yang merupakan dana yang dikirimkan oleh para balikbayan tersebut kepada keluarganya di Filipina. Jumlah yang sangat besar tersebut menyumbang +/- 8.5% dari Gross Domestic Product (GDP) untuk tahun 2014. Ekonomi negara sangat terbantu oleh besarnya dana tersebut. (Bandingkan dengan proyeksi pendapatan dari turisme yang hanya sebesar USD 6 milyar untuk tahun 2014).
Bagi saya adalah menyedihkan kalau negara tidak bisa menjamin kehidupan layak dan bermartabat untuk seluruh warganya di negaranya sendiri, dan bukan meminta warganya untuk mencari kehidupan di negara-negara lain. Negara harus menciptakan lowongan pekerjaan untuk warganya, sehingga mereka bisa hidup dengan sejahtera di negaranya sendiri.
Untuk tenaga kerja professional, pasti memiliki bargaining power yang lebih baik sebelum mereka menerima suatu pekerjaan, mereka bisa menentukan berapa gaji atau fasilitas yang diinginkan, namun bagaimana dengan mereka yang TERPAKSA dan DIPAKSA keadaan untuk mencari nafkah demi kelanjutan kehidupan keluarganya ? Mau tidak mau mereka harus bekerja tanpa memiliki kewenangan memutuskan untuk dirinya sendiri. Belum lagi, mereka belum tentu bisa menabung, karena gaji yang diterima langsung dikirimkan ke keluarganya.
Karena banyaknya balikbayan ini, maka di bandara di Manila, sangatlah biasa kalau kita melihat mereka yang akan berangkat ke luar negeri dan berpelukan sangat erat di bawah deraian air mata. Demikian pula bisa dilihat cerahnya wajah-wajah penjemput saat bertemu kembali dengan kerabat atau saudaranya yang baru pulang dari luar negeri.
Beberapa hal lain yang membuat saya prihatin dengan kenyataan ini, antara lain :
1.. Saya sering satu pesawat dengan para balikbayan ini saat terbang kembali ke Manila. Pernah saya berbincang dan menanyakan apakah mereka bisa menabung untuk hari tuanya, jawabnya “Tidak” karena uang yang dikirim habis untuk biaya hidup keluarganya di Filipina. Masih bagus kalau uang tersebut digunakan untuk hal produktif atau investasi, namun acapkali digunakan untuk konsumtif saja . Dengan demikian, pada saat mereka kembali ke Filipina, belum tentu pengorbanan mereka bertahun-tahun bisa membuat kehidupan mereka lebih baik.
2.. Belum lama ini saya membaca kisah seorang anak balikbayan, yang ditinggal Ibunya saat dia masih berumur kira-kira 5 thn, kemudian diasuh oleh keluarga yang lain. Setiap akhir tahun, Ibunya mengirim barang-barang kesenangan dia, seperti boneka Barbie, dll, namun sebenarnya yang diinginkan si anak, adalah kehadiran si Ibu. Suatu saat waktu menelpon, si Ibu kelihatan sedih namun si kecil tidak tahu sebabnya, sampai suatu hari, bukan kiriman bingkisan yang diterimanya, namun jenazah Ibunya. Menyedihkan sekali.
3..Karena ditinggal bekerja oleh salah satu atau kedua orangtuanya, biasanya si anak dititipkan ke keluarga atau kerabat yang lain. Akibatnya ? Si anak bisa menjadi dewasa sebelum waktunya, dan kemungkinan menjadi anak yang baik dan sukses, namun bisa sebaliknya, yaitu menjadi rusak karena tidak langsung diasuh dan dibimbing oleh orangtuanya.
Indonesia, sebagai negara yang memiliki kasus serupa di atas, semoga bisa lebih baik dalam menangani pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan, seperti beberapa kasus tragis yang selama ini terjadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI