Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[JihadSelfie] Peran Keluarga Belum Tergantikan oleh Media Sosial

9 Juni 2017   16:12 Diperbarui: 9 Juni 2017   18:51 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: rappler.com

Begitulah kira-kira pesan yang paling keren saya dapatkan dari film berjudul Jihad Selfie. Saat ini media sosial sangat rentan menggantikan posisi keluarga terutama peran orangtua dalam proses perkembangan anak. Tidak sedikit orangtua merasa gentar menghadapi pengaruh dunia maya terhadap perkembangan anak mereka.

Media sosial dengan ragam informasi sekejap sungguh memikat perhatian anak muda. Sepertinya media sosial adalah tempat yang cocok menghabiskan waktu. Apalagi bagi anak muda yang ingin terlihat eksis. Mulai dari hal remeh hingga serius, media sosial sumber paling cepat dan lengkap. Percobaan bom bunuh diri tahun lalu, Agustus 2016 di rumah ibadah Santo Yosep, media sosial sumber utama oleh pelaku merakit bom yang dia akan ledakkan.

Indonesia saat ini menduduki pengguna facebook terbesar ke empat. Bagi kelompok radikal media sosial seperti jalan mulus merekrut anak muda. Menurut Rizky, Yayasan Prasasti Perdamaian sampai sekarang sejak tahun 2014 terdata 500 orang Indonesia hijrah ke Syria bergabung dengan ISIS. Sejumlah 152 di antaranya telah dikeluarkan. Diantaranya mereka direkrut melalui media sosial.

Film Jihad Selfie disutradarai Noor Huda Ismail. Bertemu dengan Akbar Maulana dan memiliki pengalaman serupa, rasa kekhawatirannya semakin menjadi memikirkan nasib generasi muda. Anak muda yang sedang mengalami masa transisi, mencari jati diri, ingin terlihat eksis, dibarengi rasa penasaran tinggi, beliaupun membuka kenyataan serta mengingatkan, “Kelompok radikal siaga menarik kalian melalui media sosial!”

Film dokumenter Jihad Selfie direkam di berbagai daerah di Indonesia dan beberapa negara seperti Turki dan Australia. Pertemuan dengan beberapa tokoh-tokoh dari berbagai latar belakang melengkapi cerita, Junaedi mantan anggota ISIS, Aman Abdurahman  di penjara Nusakambangan dan beberapa tokoh lainnya.  

Akbar kerap muncul dalam layar menceritakan pengalamannya hampir saja mengikuti jejak ISIS. Dia bertemu dengan Noor Huda Ismail secara tidak sengaja di salah satu kedai kebab di Turki. Akbar saat itu menempuh pendidikan di Katib High School di Turki melalui beasiswa dari pemerintah Turki.

Tentang bagaimana Akbar hampir bergabung dengan kelompok ISIS, akbar bertemu profil Wildan Mukhalak melalui facebook. Halaman profil Wildan begitu memikat hati dengan pakaian dan senjata yang dia pegang. Dia terlihat keren! Wildan berjihad dengan melakukan bom bunuh diri di Irak. Dalam waktu bersamaan, Akbar mengenal seorang teman asrama di sekolahnya di Turki juga pergi ke Suriah melakukan jihad, Yazid. Kedua hal ini membuat dia terpikat ingin terlibat.

Meski media sosial bukan satu-satunya cara yang digunakan untuk merekrerut anggota, media sosial tetap cara paling cepat dan mudah dilakukan. Disinilah peran keluarga (orangtua) sangat dibutuhkan dalam mendampingi anak. Kasih orangtua selalu punya tempat di hati anak-anak yang tidak lekang oleh suasana, jarak, waktu. Tidak ada yang salah dengan media sosial. Hanya, anak harus diajara berpikir kritis, terbuka, dan empati dalam bermedia sosial.

Hal menarik dalam cerita ini, keterbukaan Akbar pada orangtua dan guru hafalan Qur’an Akbar di Turki. Akbar memiliki rasa percaya dan kenyamanan bercerita tentang dirinya. Peran tokoh agama pun sangat penting. Memiliki relasi yang baik dengan para anak muda, anak muda harus harus diajar dan diberi pemahaman sampai matang akan pengenalan terhadap agama yang dianutnya. Semestinya agama mengajarkan kebaikan kepada sesama. Bersyukurnya Akbar memiliki keduanya.  

Acara ini diselenggarakan oleh GenKTP. Ini bukan kelompok yang harus punya Kartu Tanda Penduduk lho ya. Semula saya mengira-ngira ini adalah kelompok dewasa yang sudah harus punya KTP. Tetapi kelompok anak muda yang menghayo-hayokan sebagai anak muda harus berpikir Kritis, Terbuka dan emPati.

Bagaimana cerita Akbar selanjutnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun