Peristiwa Rengasdengklok pada tahun 1945 merupakan salah satu kisah yang menjadi awal perebutan kemerdekaan dari tangan Jepang. Peristiwa ini juga menggambarkan semangat pemuda meraih kemerdekaan.
Peristiwa ini berawal ketika negara Jepang setelah pemboman Nagasaki dan Hirosima oleh pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945.
Setelah mendengar negara Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada negara sekutu, kesempatan ini dianggap kelompok pemuda sebagai waktu yang tepat merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Â
Hadiah kemerdekaan yang sudah lama diiming-imingkan oleh Jepang tampaknya selalu diulur-ulur. Untuk menghindari penundaan pelaksanaan proklamasi yang sudah dibentuk sejak lama, maka kelompok pemuda mengasingkan Soekarno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok.
Pada tanggal 15 Agustus pada saat itu sambungan radio di seluruh nusantara terputus sebagai upaya Jepang menutup-nutupi berita kekalahan mereka kepada negara sekutu.
Setelah Soekarno, Bung Hatta, dan Ahmad Soebardjo  terlebih dahulu memastikan bahwa negara Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Kelompok pemuda yaitu Sukarni dan rombongan membawa Soekarno, Bung Hatta, Ibu Fatmawati beserta Guntur anaknya yang masih berumur satu tahun ke rumah Djiaw Sie Kiong.
"Penculikan" oleh kelompok pemuda ini bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dari perwakilan golongan tua di mana kelompok pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta mempercepat pembacaan proklamasi.
Menggunakan dua pick up dikawal tentara regu tanah air, mereka menuju Rengasdengklok pada 16 Agustus dini hari.
Kisah ini menemani perjalanan kami menuju Rengasdengklok pada saat itu, dituturkan oleh Bapak Rusli, mantan pejuang yang mengerti banyak tentang masa peristiwa Rengasdengklok.
***