Membalas Sajak-Sajak Dharmadi
Dua sajak ini lahir sebagai "balasan" terhadap sajak-sajak Dharmadi yang baru saja melahirkan buku kumpulan puisinya berjudul "Kalau Kau Rindu Aku." Sajak-sajak beliau adalah sajak-sajak yang lahir dari olah batinnya bahkan masuk wilayah spiritual dirinya, begitu akunya saat dibedah bukunya di Sastra Reboan, semalam (26/12) di Wapres Bulungan, Jakarta Selatan. Sajak-sajaknya sungguh menarik hati saya, meskipun diksi-nya sederhana. Tidak banyak imaji disajikan, karena kebanyakan justru masuk dan membedah imaji yang ada sehingga roh dari imaji itu yang nampak. Dan maafkan saya karena lewat sajak-sajak berikut ini, saya justru akan lebih memainkan imaji-imaji yang "diabaikan" dalam sajak-sajak beliau. Di Rest Area : Dharmadi Suara azan mengapung di atas cangkir kopi. Sepotong hari membeku dalam roti keju. Hanya Aku dan waktu berkejaran dalam diri. 2012 Lelaki yang Mencari Namanya di Kuburan : Dharmadi Di dekat pokok kamboja, dia berdoa (entah di depanmakam siapa). Di atas kepalanya, guguran cempaka, putih. Dia tak mendongak. Seakan tahu, angin hanya bercanda padanya Berkesiut, menyebut nama seseorang, yang dia kira adalah namanya yang hilang. 2012 Makan Malam : Dharmadi Di atas piring, malam telah dihidang. Kau menjelma pisau, mengoyak sepi. Siapa berdarah di tubuhmu? 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H