Mohon tunggu...
dedy riyadi
dedy riyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya hanya ingin jadi terang dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkat

29 Juli 2010   10:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:29 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa yang tidak menginginkan berkat selama hidupnya? Pasti semua menginginkannya bukan? Rasanya mustahil ada orang yang tidak menginginkan hidupnya penuh berkat, hidupnya dilimpahi berkat, atau hidupnya tidak diberkati. Hanya saja banyak orang yang tidak tahu bahwa dirinya adalah berkat bagi orang lain. Manusia sejatinya adalah homo homini socius, selalu memerlukan orang lain. Tidak pernah benar-benar bisa hidup sendiri.

Pun ketika Tuhan menciptakan Adam. Yang pertama kali diperhatikan oleh Tuhan adalah penolong. Banyak yang mengartikan pendamping, tetapi yang lebih tepat adalah penolong. Pendamping tanpa fungsi tolong-menolong tidak akan berarti apa-apa. Toh saat itu Adam sudah punya banyak "teman" seperti binatang dan tetumbuhan yang kepadanya diberi nama. Tetapi dia masih merasa kesepian.

Kembali ke soal berkat, hidup seseorang akan diberkati apabila dia pun memberkati orang lain. Setidaknya, imbalan paling mudah adalah ucapan terimakasih. Tapi itulah sejatinya aliran berkat. Tidak mengharapkan apa-apa. Niat yang tulus belaka. Jika hanya mendapatkan senyum karena kebaikan kita, tentu orang jahat pun bisa melakukannya. Jadi, mengalirkan berkat sudah selayaknya dilakukan tanpa harapan apapun.

Saya kagum dengan cerita Muhammad Yunus yang bisa menyalurkan berkat sedemikian rupa sehingga orang-orang kecil pun bisa punya usaha mikro. Dan karena pengabdiannya itu, dia beroleh Nobel. Kita ibaratkan saja demikian. Selalu ada yang memperhatikan kita ketika kita menyalurkan berkat. Walaupun kita tidak pernah mengharap apapun dari mereka.

Dalam sebuah pameo dibilang di dalam harta kita ada harta orang lain. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah pengejawantahan bahwa hidup kita adalah berkat bagi orang lain. Pernahkah kita melakukan flashback ketika kita dilahirkan? Orang tua kita pasti menganggap kehadiran kita sebagai harapan, berkat, dan bahkan keajaiban. Artinya, secara grand design, kehadiran manusia ada pengaruhnya bagi manusia yang lain.

Dengan berpegang teguh pada prinsip bahwa hidup kita adalah berkat bagi orang lain, maka kita akan selalu diingatkan untuk melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain. Mulai dari mendoakan, berbuat baik, bersedekah dan lain-lain.

Pada setiap kepercayaan dan agama, sangat dianjurkan untuk melakukan kebaikan bagi orang lain. Tidak ada anjuran sebaliknya. Bahkan dalam pepatah lama dikatakan "tamu adalah sang pemilik rumah" yang artinya tak ada batasan antara orang satu dengan orang lain dalam hal kebaikan. Bahkan sangat dianjurkan untuk menghormati orang lain lebih dari diri sendiri. Meskipun agak berlebihan, tetapi ini sejalan dengan petuah "hormatilah orang lain seperti menghormati diri sendiri."

Dengan menyadari hal itu, maka berkat adalah urusan ke sekian. Yang utama dan paling utama adalah mencoba menempatkan diri menjadi berkat bagi orang lain. Dan yakin saja bahwa Tuhan yang memiliki alam semesta ini akan memberkati Anda dengan perbuatan Anda tersebut.

Salam menyalurkan berkat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun